Wacana Gelar Pahlawan untuk Pak Harto dan Bagaimana Menyikapinya
Oleh Dr Ahmad Doli Kurnia Tandjung *

jpnn.com - Rencana pemerintah memberikan Gelar Pahlawan Nasional kepada mendiang Presiden Soeharto mendapat beragam reaksi.
Namun, hal tersebut merupakan fenomena yang wajar, seiring dengan demokratisasi dan juga kemajuan teknologi informasi sekarang ini.
Justru banyaknya pandangan itu akan memperkaya khazanah kita akan suatu isu. Meski begitu, sebagai anak bangsa, kita harus menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Kebencian tidak boleh mengangkangi hak dan prestasi seseorang serta usulan pihak lainnya. Perlu dicatat bahwa usulan tentang Presiden Soeharto sebagai Pahlawan Nasional bukan muncul sekarang ini saja.
Jauh sebelumnya, pada 2010, Pemprov Jawa Tengah sudah mengusulkan pemberian Gelar Pahlawan untuk Pak Harto.
Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) bentukan Kemensos pun menilai Soeharto layak menyandang gelar tersebut. Penilaian itu merujuk pada rekam jejaknya dalam sejarah perjuangan bangsa.
Nama Pak Harto tercatat sebagai pemimpin dalam perebutan senjata Jepang di Yogyakarta pada 1945, mengomandani Serangan Umum 1 Maret 1949, hingga menjabat Panglima Komando Trikora dalam operasi pembebasan Irian Barat.
Pada 2009, Maftuh Basyuni selaku menteri agama saat itu menyatakan bahwa Pak Harto tidak hanya berhak atas gelar tersebut, tetapi juga sangat pantas bila jasanya kepada republik ini dibaca secara lengkap oleh generasi selanjutnya.
Nasionalisme Pak Harto tak perlu diragukan lagi, dimana ia berjuang mempertaruhkan semuanya. Oleh karena itu, Soeharto pantai diberi gelar Pahlawan Nasional.
- Soal Polemik Soeharto Pahlawan, Ketum Muhammadiyah Singgung Bung Karno hingga Buya Hamka
- Yorrys Dukung Bahlil Menerapkan Pengelolaan Golkar Secara Modern
- Muncul Penolakan Soeharto Sebagai Pahlawan Nasional, Mensos Merespons Begini
- Pernyataan Terbaru Mensos soal Soeharto Pahlawan Nasional
- Soeharto Memenuhi Kriteria Jadi Pahlawan Nasional, tetapi Terganjal Hal Ini
- Ini Respons Bahlil soal Nasib Ridwan Kamil di KPK