Geliat Lokananta, Studio Musik Pertama Indonesia, untuk Bertahan Hidup
Andalkan Kapur Barus-Kopi untuk Lindungi Piringan Hitam
Minggu, 28 Oktober 2012 – 17:01 WIB

Foto: JPPhoto
Tegel berwarna abu-abu, dinding bercat putih kusam, daun pintu bermotif lawas, serta air mancur yang bergoyang ditiup angin di tengah taman memperkuat segala yang lampau itu. Penanda "modernitas" hanya diwakili oleh kehadiran antena bulat kecil televisi berlangganan. "TV berlangganan itu disumbang oleh salah seorang klien kami, Mas," kata Plh (pelaksana harian) Kepala Cabang Perum PNRI Lokananta Solo Pendi Heryadi.
Padahal, Lokananta adalah sebuah tonggak sejarah musik Indonesia. Diresmikan oleh Presiden pertama Indonesia Soekarno pada 29 Oktober 1956, itulah studio musik pertama yang dimiliki Indonesia. Bahkan, satu-satunya yang dimiliki oleh negara hingga sekarang.
Teknologi yang diterapkan Lokananta ketika itu termasuk salah satu yang terbaik di Asia. Di sana tersimpan pula segunung koleksi berharga. Di antaranya, rekaman pidato Bung Karno pada 17 Agustus 1945 serta karya-karya masterpiece Gesang, Waldjinah, Buby Chen, Titiek Puspa, Bing Slamet, dan permainan gending karawitan gubahan dalang ternama Ki Narto Sabdo.
Awal berdiri, ujar Pendi, Lokananta hanya dikhususkan untuk merekam dan memproduksi piringan hitam. Salah satu di antaranya, untuk kebutuhan bahan siaran bagi studio RRI (Radio Republik Indonesia) di seluruh negeri ini. Namun, seiring berjalannya waktu, beragam produk musik seperti kaset dan VCD juga dihasilkan.
Kehadiran sejumlah musisi dan band top tanah air untuk rekaman cukup membantu Lokananta bernapas. Untuk menambah dana, lahan kosong pun dimanfaatkan
BERITA TERKAIT
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu