Geliat Lokananta, Studio Musik Pertama Indonesia, untuk Bertahan Hidup
Andalkan Kapur Barus-Kopi untuk Lindungi Piringan Hitam
Minggu, 28 Oktober 2012 – 17:01 WIB

Foto: JPPhoto
"Sebagai contoh, ada karyawan saya yang sudah kerja 30 tahun, tapi pendapatannya hanya Rp 1 jutaan. Kalau yang baru-baru, ya Rp 500 ribu hingga Rp 750 ribu per bulan," lanjutnya.
Dari lahan seluas 21.500 meter persegi yang ada di sana, memang baru 35 persen saja yang sudah dibuat bangunan. Itu pun berupa bangunan tua yang hingga kini belum pernah direnovasi besar-besaran.
Total ada tiga bangunan besar di sana. Gedung utama di bagian tengah, studio musik di bagian kiri, dan mes pimpinan di sebelah kanan. Kini gedung utama, selain digunakan untuk kegiatan administrasi, dimanfaatkan sebagai museum alat-alat musik. Di gedung itu pula disimpan 37.000 piringan hitam dengan 5.200 titel lagu.
Dari lahan yang banyak longgarnya itulah tampaknya kesan seram muncul. Apalagi, makna nama Lokananta sendiri sangat mistis: Gamelan di kahyangan yang berbunyi tanpa penabuh.
Kehadiran sejumlah musisi dan band top tanah air untuk rekaman cukup membantu Lokananta bernapas. Untuk menambah dana, lahan kosong pun dimanfaatkan
BERITA TERKAIT
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu