Gelombang Pengungsi Rohingya Menuju Aceh Terus Membesar

Gelombang Pengungsi Rohingya Menuju Aceh Terus Membesar
Abdu Rahman pernah menulis buku berjudul 'Rohingya Odyssey' tentang perjalanannya yang diterbitkan di Kanada. (ABC News: Habil Razali)

Chris menjelaskan Indonesia menjadi tujuan karena lokasinya yang dekat dan lebih murah dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara.

Ditambah dengan perahu-perahu yang mudah didapatkan saat ini, karena banyak nelayan di Bangladesh yang menjualnya kepada penyelundup manusia saat industri perikanan di Bangladesh yang mengalami krisis akibat menurunnya stok ikan.

Mencari damai di Indonesia

Warga Rohingya lainnya yang berada dalam satu kapal dengan Abdu adalah Khairul Amin, 38 tahun, yang datang bersama istrinya, Minara Begum, 35 tahun, dan ketiga anak-anaknya, Asmaul Husna, Nurul Islam, dan Nur Husen.

Di tahun 1992, Kahirul pergi dari tanah airnya di Duchi Radeng, Maungdaw, Myanmar, bersama orang tuanya karena konflik.

Sejak usia tujuh tahun ia sudah tinggal di kamp pengungsi Cox's Bazar dengan bekerja sebagai pedagang dan pekerjaan lepasan lainnya.

"Daripada mendapat masalah di kamp pengungsian di Bangladesh, lebih baik meninggalkan kamp demi kehidupan yang damai dan lebih baik bagi keluarga saya."

"Harapannya, di Indonesia ada perdamaian bagi para pengungsi. Saya ingin menghabiskan masa damai bersama keluarga di sini. Saya ingin anak-anak mendapatkan masa depan yang lebih baik dan berpendidikan," katanya.

Untuk melakukan perjalanan ke Aceh, baik Abdu dan Khairul mengaku membayar 100.000 taka, atau lebih dari Rp 14 juta per orang, kecuali untuk anak-anak yang berusia di bawah 10 tahun.

Khairul, istrinya, dan tiga anak-anaknya termasuk dari seribu lebih warga Rohingya yang melarikan diri dari kamp pengungsi di Bangladesh

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News