Gemah Ripah

Dahlan Iskan

Gemah Ripah
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Sekitar lima menit kemudian beliung berhenti memuting. Atau puting yang berhenti meliung. Jalan mulai samar-samar. Mobil kembali bisa melaju. Tetapi langit masih kuning tertutup debu.

Baca Juga:

Pun tiba di hotel, belum bisa melihat langit. Padahal sore itu harus ke satu tempat. Kami pun pilih istirahat di kamar. Janet khawatir. Mengenakan masker. Aneh masih menyimpan masker. Wanita memang selalu lebih siap.

Pukul 20.30 langit sudah kembali biru. Matahari malam masih bersinar kuat. Udara tidak lagi sepanas siang: cari makanan Jepang.

Giliran saya yang memesan menu: salad kani, salad salmon, sushi dan sup misho. Tidak ada sashimi. Udonnya beda: lebih seperti lo mie.

Tidak jadi pesan udon. Ternyata ini memang masakan Jepang milik ABC --American Born Chinese.

Keesokan harinya perjalanan ke barat akan sampai ke New Mexico. Sejauh lima jam ke depan tidak ada kota yang menarik untuk bermalam.

Kalau pun ada terlalu kecil. Di peta terlihat ada kota Hope. Ini memberi harapan. Sampai Hope tidak ada apa-apa. Kota ini hanya berisi sekitar 20 rumah. Di tengah gurun yang begini luas.

Ternyata ladang minyak itu tidak hanya di Odessa dan sekitarnya. Pun setelah meninggalkan Odessa, masih saja menyusuri pertengahan ladang minyak. Bahkan, ketika sudah memasuki perbatasan Texas - New Mexico ladang minyaknya belum habis terlihat.

Kian ke barat pohon bukan lagi kian pendek. Tidak ada lagi pohon! Sama sekali. Yang ada semak-semak. Pun sampai kota Odessa --dua jam di barat Sonora.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News