Genjot Infrastruktur, Longgarkan Impor
jpnn.com - JAKARTA - Bank Indonesia (BI) merespons positif target tinggi pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan melalui penguatan infrastruktur. Otoritas moneter melemparkan sinyal bakal memperlonggar pintu importasi bagi investor asing.
Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan, kebijakan moneter yang cenderung ketat mendorong current account deficit (CAD) atau defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat. Akhir tahun ini defisit diperkirakan mencapai 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Tahun depan defisit transaksi berjalan menuju ke bawah 2,5 persen PDB. Defisit transaksi berjalan sendiri disebabkan tingginya arus impor.
"Nggak papa (impor). Defisit itu tidak apa-apa kalau komposisinya digunakan untuk hal produktif, bukan konsumtif,'' ungkapnya kepada Jawa Pos setelah Bankers Dinner Kamis malam (20/11). Menurut dia, defisit transaksi berjalan yang selama ini terjadi memang cenderung untuk barang-barang konsumtif seperti BBM bersubsidi.
Hal itu tampak dari data historis transaksi berjalan pada kuartal dua 2013 yang defisit hingga 4,47 persen PDB. Kala itu defisit paling besar dipicu importasi minyak yang mencapai USD 10 miliar. Sebaliknya, ekspor minyak hanya USD 4,243 miliar. ''Kita tidak berambisi transaksi berjalan surplus. Tapi (defisit) harus di kisaran 2,5-3 persen,'' ujarnya.
Jika komposisi impor digunakan untuk hal produktif, lanjut Agus, bisa membantu sisi suplai. Besarnya suplai akan berefek pada biaya yang lebih rendah dan makin menggairahkan industri manufaktur global untuk memroduksi barang seperti di Tiongkok. Menurut Agus, jika arah pemerintah telah jelas mendukung investasi, bisa mengundang foreign direct investment (FDI) yang orientasinya ekspor.
''Kita bisa masuk global value chain didukung nilai tambah sumber daya alam. Bukan hanya overvalue market di dalam negeri,'' tuturnya. FDI tersebut, kata Agus, akan menggenjot potensi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah di luar Jawa.
Presiden Joko Widodo menuturkan, pihaknya bakal mempermudah izin-izin investasi, khususnya yang berkaitan dengan infrastruktur pendukung industri manufaktur seperti sektor pembangkit listrik. ''Selama ini izin pembangkit listrik sangat lama. Ada yang sampai enam tahun. Padahal, banyak (investor) yang mau masuk (investasi). Kalau hanya izin, mestinya bisa cepat,'' ungkapnya.
Selain itu, pembangunan infrastruktur perhubungan tidak bisa ditunda-tunda lagi. Pihaknya meminta pemimpin di daerah agar tidak tanggung-tanggung dalam memperbaiki dan meningkatkan infrastruktur. ''Untuk pembebasan lahan, jangan sedikit-sedikit, harus sekalian yang besar. Sebab, kita harus berpikir investasi untuk jangka 100 tahun yang akan datang. Bukan hanya 10 tahun ke depan,'' katanya.
Ekonom Indef Aviliani mengingatkan pemerintah agar tetap berhati-hati bila akan menggenjot investasi untuk meraih pertumbuhan ekonomi tinggi. ''Sebab, investasi itu selaras dengan importasi. Kalau banyak impor, rupiah kita bisa kena (melemah),'' paparnya. (gal/c15/oki)
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) merespons positif target tinggi pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan melalui penguatan infrastruktur. Otoritas
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Bea Cukai Berikan Fasilitas KITE ke Perusahaan Pengolah Plastik Ini
- Pertamina Patra Niaga Regional JBB Tutup Gelaran SME Market 2024 Keempat di Bandung
- ICIIS 2024 Sukses, Shan Hai Map Optimistis Iklim Investasi Indonesia Makin Baik
- HUT ke-20 Bank Sumut Syariah, Pj Gubernur Minta Inovasi Dilanjutkan
- Peluncuran Online Eksklusif Heart Bag Kolaborasi Voneworld & Heart Evangelista, Hanya di Shopee
- DISPUSIP DKI Jakarta Beri Penghargaan kepada Penerbit & Mitra Kolaborasi