Gerbong, Suksesi & Rekonsiliasi
Sabtu, 15 Agustus 2009 – 12:50 WIB
Tak tiba-tiba yang berada pada KU II dan III loncat memimpin partai, yang sebentar lagi akan musim munas, kongres atau muktamar. Bagaimanapun, living reality di tubuh partai tak bisa dikesampingkan oleh perasaan-perasaan bahwa "Saya mampu lho". Kecuali, ada kenyataan obyektif dan demokratis mengatakan "Anda memang mampu dan Anda kami jagokan" adalah kasus pengecualian.
Membusungkan seraya mendabik dada, "Ah, kita perlu perubahan" terdengar sloganik, mengingat day to day dunia politik yang pragmatis. Tentu saja ada yang "salah". Bahkan "kelemahan" di tubuh gerbong KU I dan II, suatu hal yang tak mustahil pula diderita gerbong KU III. Kita semua manusia juga, bukan?
Berdamai dengan keadaan, termasuk dengan masa lalu, dan kemudian menatap ke masa depan yang panjang, adalah ciri seorang modernis yang realistis. Betapapun anak-anak muda kesal dan sebal melihat para seniornya, tetapi mereka dan juga yang muda telah masuk ke dalam problem dan seyogyanya sekaligus semua ikut menjadi solusinya.
Peta politik antar-generasi seperti dilukiskan agaknya rada merata di tubuh partai-partai kita. Jika pun tak mengemuka secara terbuka dan blak-blakan, meski di Golkar tercetus juga, tetapi secara implisit dan remang-remang hal itu tertangkap publik juga. Bicaralah hati ke hati dengan berbagai tokoh parpol, maka faksional itu pasti ada, dan memang ada.