Gereja Bar
Oleh Dahlan Iskan
Rabu, 18 September 2019 – 10:10 WIB
Sambil makan saya amati ruang itu. Besar sekali. Saya amati bentuk dinding dan lengkung-lengkung interiornya. Saya amati juga bangku-bangku panjang yang jadi tempat duduk ini.
Begitu mirip dengan dalamnya sebuah gereja.
"Apakah bangunan ini dulunya gereja?" tanya saya ke pelayan bar itu.
"Betul. Dulu sekali," jawabnya.
"Sejak kapan berubah menjadi bar?" tanya saya lagi.
"I have no idea. Sudah lama sekali."
"Bar ini sudah berapa tahun?"
“Baru akan tiga tahun, Natal nanti."
Yang masuk ke Church Bar ini pun kian banyak. Rupanya tidak semua akan ke stadion. Banyak juga yang hanya akan nonton bareng di situ. Ada layar lebar di posisi altar itu.
Liverpool di mata saya adalah hasil sukses dari sebuah sakit hati. Jangan lupa: banyak orang sukses dengan dorongan sakit hati seperti itu.
BERITA TERKAIT
- Liverpool jadi Tim Pertama Tembus 16 Besar Liga Champions
- Pilkada Dramatis: Paling Sial Rohidin Mersyah, Jakarta Bisa Berdarah-darah
- Dramatik Datar
- Klasemen Liga Champions: Liverpool Sempurna, Real Madrid Merosot
- Real Madrid Tumbang di Markas Liverpool, Rekor Minor Tercipta
- Liverpool Vs Real Madrid: 10 Pemain Absen Termasuk Vinicius