Gereja Bar
Oleh Dahlan Iskan
"Meja No 23," tulis wanita muda di konter lobi itu.
Ternyata saya ini belum masuk stadion. Harus masuk ruang makan dulu.
Ruang makan itu ditata persis seperti restoran. Tiap meja diisi 4 kursi. Saya di meja 23. Bersama satu keluarga dari Liverpool: bapak-istri-anak yang masih kecil.
Makanannya disajikan prasmanan. Ada steak, burger, sandwich, kentang, dan banyak lagi. Minumannya lengkap: wine, bir, minuman ringan, teh, dan kopi.
Saya sudah terlanjur kenyang dengan toast berkeju tadi.
Belakangan saya menyesal kok tidak mencicipi sama sekali makanan itu. Kan harus tahu kualitas rasanya.
Namun bayangan saya jelas: tidak mungkin ada yang bisa mengalahkan toast berkeju di bar gereja itu.
"Saya tidak makan. Bolehkah saya langsung ke dalam stadion?" tanya saya.
Liverpool di mata saya adalah hasil sukses dari sebuah sakit hati. Jangan lupa: banyak orang sukses dengan dorongan sakit hati seperti itu.
- Liverpool jadi Tim Pertama Tembus 16 Besar Liga Champions
- Pilkada Dramatis: Paling Sial Rohidin Mersyah, Jakarta Bisa Berdarah-darah
- Dramatik Datar
- Klasemen Liga Champions: Liverpool Sempurna, Real Madrid Merosot
- Real Madrid Tumbang di Markas Liverpool, Rekor Minor Tercipta
- Liverpool Vs Real Madrid: 10 Pemain Absen Termasuk Vinicius