Gerindra Ajak Boikot Pilpres 2019 Dinilai Provokatif Memancing Kekacauan
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Boni Hargens menilai, pernyataan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono yang mengajak rakyat Indonesia memboikot Pilpres 2019, sebagai sikap inkonstitusional.
Apalagi jika ajakan dikemukakan karena mencurigai penetapan syarat ambang batas pencalonan presiden 20-25 persen dalam UU Pemilu yang telah ditetapkan pada rapat paripurna DPR Kamis (20/7), bertujuan menjadikan Joko Widodo sebagai calon tunggal presiden pada Pilpres 2019.
"Itu tidak konstitusional, karena presidential threshold itu sudah keputusan parlemen," ujar Boni kepada JPNN, Sabtu (22/7).
Menurut Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini, daripada mengajak rakyat melakukan hal yang tidak konstitusional, lebih baik pihak-pihak yang tak setuju dengan PT 20-25 persen menempuh proses hukum.
"Harusnya semua partai tunduk menjalankan perintah undang-undang. Ide boikot justru memancing keresahan dan kekacauan nasional," ucapnya.
Boni mengingatkan, ajakan memboikot pelaksanaan Pilpres 2019 terlalu provokatif dan sangat berisiko bagi kehidupan kebangsaan.
"Itu terlalu provokatif dan berisiko terlalu fatal untuk bangsa dan negara," pungkas Boni.(gir/jpnn)
Pengamat politik Boni Hargens menilai, pernyataan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono yang mengajak rakyat Indonesia memboikot Pilpres
Redaktur & Reporter : Ken Girsang
- Ibas: Perlukah Amandemen UUD 45 untuk Akomodasi Perkembangan Zaman?
- Gusur PDIP, Gerindra Memuncaki Survei Terbaru Indikator
- Tidar Sukses Gelar Pra-Kongres IV, Ini Beragam Kegiatannya
- Puan Yakin Megawati dan Prabowo Berkeinginan Bertemu Secepatnya
- Analisis Pengamat soal Pertemuan Megawati-Prabowo, Silakan Disimak
- Perayaan Natal Tahun 2024 Bareng Gerindra Doakan Pemerintahan Prabowo