Gerindra Tak Merasa Beda Ideologi dengan PDIP
jpnn.com - JAKARTA - Politisi Partai Gerindra, Martin Hutabarat mengatakan penyelenggaraan pemilu presiden (pilpres) yang damai harus menjadi komitmen semua pihak. Menurutnya, jika komitmen pilpres damai ini dilanggar dan terjadi kerusuhan maka Indonesia akan terperosok menjadi negara gagal dalam berdemokrasi.
"Bangsa ini harus bisa membuktikan sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, kita bisa menjalankan demokrasi secara damai," kata Martin di gedung DPR, Senayan Jakarta, Selasa (20/5).
Martin menambahkan, dibanding dengan pemilu legislatif 9 April lalu, pilpres akan berproses secara lebih kondusif. "Di pileg, para caleg bertarung habis-habis dengan uang. Caleg bisa lolos jadi wakil rakyat karena uang. Kalau ini jadi pilihan kita, jelas rusak demokrasi Indonesia," ujar anggota Komisi Hukum DPR itu.
Apalagi, lanjut Martin, pertarungan pilpres kali ini hanya terdiri dari dua koalisi besar, yakni antara kubu yang dipimpin PDIP kontra Gerindra. Namun, katanya, sebenarnya tidak ada pertentangan ideologi antara PDIP dengan Gerindra.
“PDI-P dan Gerindra pada pemerintahan sekarang sama-sama oposisi. Jadi, secara ideologi tidak ada pertentangan," jelasnya.
Bahkan, PDI-P malah pernah kerjasama dengan Gerindra saat Pilkada DKI Jakarta dan sebelumnya mengusung pasangan Megawati-Prabowo pada Pilpres 2009. "Jadi, saya ulangi, tidak ada pertarungan ideologi, ini soal penajaman visi ekonomi kerakyatan," kata dia.(fas/jpnn)
JAKARTA - Politisi Partai Gerindra, Martin Hutabarat mengatakan penyelenggaraan pemilu presiden (pilpres) yang damai harus menjadi komitmen semua
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Nilai IKIP Kaltim Meningkat, Masuk Tiga Besar Nasional
- Yorrys Raweyai: DPD Akan Mengawal Proses Pembangunan PIK 2 Tangerang
- BPMK Lanny Jaya Diduga Potong Dana Rp 100 juta dari 354 Kampung
- Kipin Meraih Penghargaan Utama di Temasek Foundation Education Challenge
- Sri Mulyani: Setiap Guru adalah Pahlawan yang Berkontribusi Besar bagi Kemajuan Indonesia
- Kerugian Negara Hanya Bisa Diperiksa BPK, Ahli: Menjerat Swasta di Kasus PT Timah Terlalu Dipaksakan