Getas, Desa Penjunjung Toleransi di Lereng Gunung

Getas, Desa Penjunjung Toleransi di Lereng Gunung
LINTAS AGAMA: Warga Dusun Kemiri, Desa Getas, Kecamatan Kaloran, bersama-sama mengikuti Selamatan Natal di rumah Kadus Kemiri, Waliyoto, pada Sabtu (24/12) malam. Kegiatan ini diikuti warga dari berbagai pemeluk agama yang ada di Dusun Kemiri. Yang menarik, makanan untuk Selamatan Natal dibawa sendiri-sendiri oleh warga untuk dimakan bersama-sama sebagai wujud kebersamaan. Foto: Wong Ahsan/radarsemarang.com

Satu hal penting yang terjadi di Desa Getas adalah aktivitas kebudayaan yang oleh warga setempat justru ditarik dijadikan ajang untuk menciptakan kerukunan di kalangan umat. Aktivitas budaya yang dimaksud adalah nyadran, sebuah tradisi yang identik dilakukan oleh warga muslim. Toh, di Desa Getas, nyadran justru dilakukan secara lintas agama.

Meski ada perbedaaan keyakinan, namun masing-masing pemeluk agama merasa memiliki tujuan yang sama saat nyadran. Yaitu mempererat silatuhami, menciptakan persatuan, dan kesatuan serta mendoakan leluhur yang sudah meninggal.

Karenanya nyadran di Dusun Kemiri bisa dilaksanakan secara lintas agama. Sebab, memang tidak ada pembatas di antara mereka.

Kades Getas Dwiyanto mengatakan, nyadran lintas desa merupakan tradisi yang dijadikan sebagai alat untuk mempersatukan umat beragama. Nyadran di Dusun Kemiri, misalnya, selain mempererat persaudaraan, juga meningkatkan toleransi antarumat beragama.

Hal yang sama tampak pada saat warga menggelar tradisi Suran atau peringatan 1 Muharram. Peringatan dihadiri oleh semua warga, baik penganut Islam, Kristen, Katolik, dan Buddha. Yang menarik, perayaan dilakukan di sebuah kuil Buddha yang berada di puncak bukit. Yaitu di sebuah bukit kecil bernama Watu Payung, sedangkan ritualnya dilakukan pukul 10.00.

Menurut Marwoto, tokoh agama setempat, sesepuh desa dan tokoh agama berkumpul di peringatan tersebut. “Tradisi ini diikuti semua pemeluk agama, sebagai bentuk saling mengormati perbedaan, persatuan, dan kesatuan, serta meningkatkan persaudaran antarumat beragama,” kata Dwiyanto.

Doa dibacakan oleh pemuka Buddha dengan bahasa Jawa. Setelah itu, barulah doa yang dilakukan dengan cara masing-masing agama. “Yang Islam berdoa dengan cara Islam, yang Kristen punya cara sendiri, demikian juga yang Buddha.”?

Setelah doa, dilanjutkan dengan ritual berbagi air suci. Air yang telah didoakan bersama-sama pada akhirnya menjadi rebutan warga. Konon, airnya dipercaya bisa membuat awet muda, murah rezeki, dan terhindar dari marabahaya.

Getas hanyalah sebuah desa di Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Namun, desa yang terletak di lereng Gunung Ungaran itu seolah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News