Ghat Dimusnahkan, Petani Merugi

Ghat Dimusnahkan, Petani Merugi
Ghat Dimusnahkan, Petani Merugi

Di tempat yang sama, Wakil Bupati Karyawan Fathurrachman menegaskan, pemkab tidak akan memberikan ganti rugi terhadap tanaman ghat yang dimusnahkan. Karyawan mengatakan, persoalan pemusnahan ghat berkait erat dengan kesadaran. Sehingga pemusnahan ghat di wilayah Cirsarua tidak berefek pada tanggungjawab pemerintah Kabupaten untuk melakukan ganti rugi bagi para petani-petani yang sudah menanam ghat dalam jumlah yang besar.

“Tidak ada ganti rugi. Dalam konteks ini, persoalan ketegasan status tumbuhan ghat melibatkan hukum dengan sifat ketegasannya,” bebernya kepada Radar Bogor (Grup JPNN).

Sejatinya, pemusnahan ghat di Puncak bisa disamakan dengan pemusnahan ganja di Aceh. Dalam hal ini, pemerintah menggeber kegiatan alternative development, dengan memberikan ganti rugi pemusnahan ganja dengan tanaman yang sama-sama memiliki nilai ekonomis, seperti kunyit, nilam dan jabon.

Sementara itu, pemilik lahan ghat seluas 300 meter di Jalan Pasir Tugu, RT 1/5, Kampung Alun-alun Impres, Desa Cibeureum, Nanang Suranta Wijaya (47)  mengaku kecewa dengan tidak adanya ganti rugi tersebut. Padahal menurut Nanang, dirinya sudah bertahun-tahun menanam dan membudidayakan tanaman yang tergolong narkoba golongan I tersebut. Terlebih dia mengaku mesti mengeluarkan biaya perawatan Rp500 ribu per bulannya.

CISARUA- Aksi pemusnahan massal tanaman khat atau ghat di Puncak, Cisarua, Kamis (7/2), menuai kecaman. Hal itu setelah pemerintah menolak ganti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News