Gibran dan Potensi Suulkhatimah Politik Jokowi

Oleh: M Mahfuz Abdullah*

Gibran dan Potensi Suulkhatimah Politik Jokowi
Pemerhati politik M Mahfuz Abdullah. Foto: Dokpri for JPNN.com.

Apa yang diucapkan Jokowi selalu harus dimaknai sebaliknya. Karena tidak ada ucapan Jokowi yang bisa ditelan mentah-mentah.

Maka dari itu, mari kita urai perkembangan politik akhir-akhir ini sambil sedikit  mencari tahu apa maknanya dalam pembangunan demokrasi Indonesia, pasca-Pilpres 2024 nanti.

Baiklah, saya mulai langkah politik Jokowi secara keseluruhan sebagai bentuk perlawanan total terhadap Megawati Soekarnoputri dan PDI Perjuangan secara umum.

Betapa tidak, dalam politik kita tidak bisa membaca segala hal yang mencuat ke permukaan adalah hal parsial, yang berdiri sendiri.

Tidak ada partikel terpisah dan skenario utama. Tidak ada bunyi yang liar dan tak terkendali dari orkestrasi. Sementara Jokowi adalah konduktornya.

Lihatlah, Kaesang Pangarep yang langsung menjadi ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Alasan Kaesang sudah memiliki kartu keluarga (KK) sendiri sehingga bebas melakukan kegiatan politik adalah logika dangkal tanpa etika yang disampaikan ke publik.

Kita harus membacanya, bocah itu tak akan pernah lepas dari Jokowi sebagai ayahnya.

Apakah PDI Perjuangan akan mengambil langkah menarik dukungan dan secara terang-terangan berhadapan dengan Jokowi?

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News