Gila dan Mabuk
Oleh Dahlan Iskan
Amerika, menurut perhitungan Trump, bisa memperoleh pendapatan baru. Sebesar Rp 3.000 triliun setahun. Dari peningkatan bea masuk tersebut. Kalau yang Rp 200 triliun untuk membeli kedalai toh masih tetap untung.
Namun di Amerika jalan pikiran seperti itu tidak disukai petani. Tahun lalu saya keliling daerah pertanian di pedalaman Kansas. Diskusi dengan koperasi tani di sana.
Jalan pikiran seperti Trump itu dianggap memanjakan petani. Bertentangan dengan jiwa kapitalisme.
"Kami ini sudah lima generasi di pertanian. Kesulitan itu biasa. Selalu ada jalan keluarnya, tetapi kali ini bisa mematikan," kata petani.
"Tidak mudah membangun infrastruktur perdagangan seperti yang kami miliki sekian lama. Sekarang akan hancur," tambahnya.
Pertanyaan lain: untuk dipakai apa kedelai seharga Rp 200 triliun itu? Bukankah Amerika tidak punya Bulog? Akan disimpan di mana?
Trump sudah punya konsep. "Kedelai itu bisa disalurkan untuk bantuan kemanusiaan," katanya. Bisa dikirim ke negara-negara miskin.
Manusiawi sekali. Logis sekali. Dermawan sekali, tetapi ditertawakan di sana.