Ginandjar: Distribusi Kekuasaan Belum Adil

Ginandjar: Distribusi Kekuasaan Belum Adil
Ginandjar: Distribusi Kekuasaan Belum Adil
Ginandjar mengingatkan, krisis tahun 1997/1998 hendaknya menyadarkan kita betapa diperlukannya perubahan pendekatan atau paradigma dari yang lama menjadi baru. "Paradigmanya harus diubah. Dari 'Indonesia maju, daerah-daerah maju', menjadi 'Daerah-daerah maju, Indonesia maju'," kata Ginandjar pula.

Menurutnya, belum tentu daerah-daerah maju kalau Indonesia maju. Perubahan paradigmanya harus ditegaskan melalui serangkaian kebijakan pembangunan, yang pendekatannya sejak dari daerah-daerah hingga ke pusat. "Pertumbuhan yang maju seperti di Jakarta dan di kota-kota besar lainnya, tidak membuktikan pertumbuhan keseluruhan Indonesia juga maju," tegasnya.

Di Masa Orde Baru, masih kata Ginandjar, pembangunan direncanakan dan ditetapkan di pusat, disertai sasaran sektoral dan regional yang ditindaklanjuti daerah-daerah. "Pertumbuhan ekonomi pun cepat, tapi tidak kokoh. Ketika krisis moneter, hampir sepuluh tahun setback. Sektor perbankan dan riil mengalami kehancuran," ucapnya.

Sebagai perwujudan paradigma yang baru tersebut, lanjutnya, pendekatan trickle-down effect (teori menetes ke bawah) tidak boleh lagi diteruskan. Pendekatan tersebut seakan memposisikan kaum konglomerat sebagai pemrakarsa dan pencetak pertumbuhan ekonomi, yang mengusung 'keikhlasan tiada tara' melalui alokasi sebagian keuntungannya untuk perbaikan nasib orang lain. Padahal, hingga Orde Baru berakhir, trickle-down effect tak pernah mewujudkan dirinya.

JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Ginandjar Kartasasmita, mengakui bahwa sistem pemerintahan telah mengalami demokratisasi dan desentralisasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News