Golkar Bersatu dan Demokratis, Persepsi atau Realitas?
Kamis, 19 Februari 2009 – 21:40 WIB
Atmosfer itu sekarang yang tak kelihatan di tubuh Golkar. Tidak seperti menjelang Pemilu 1999 lalu, dinamika Golkar bangkit justru ketika dihadapkan dengan perlawanan sekelompok masyarakat yang meminta Golkar dibubarkan. Walaupun kampanyenya dihujat dan tanda gambarnya dibakar, Golkar tetap survive.
Mekanisme yang sekedar procedural hanya cocok untuk pemerintahan dalam mengoordinasikan gubernur, bupati dan walikota untuk mensukseskan program pembangunan. Sifat kekaryaan Golkar itu sama sekali tidak strategis jika dipakai hendak mempertahankan kekuasaan, ketika king maker dalam Pemilu dan Pilpres adalah rakyat.
Mekanisme yang prosedural itu pun belum tentu mulus. Tidak mustahil akan muncul resistensi dari kalangan internal, baik di DPP, DPD I dan II di seantero Tanah Air. Diprediksi Golkar akan kembali dirasuki perpecahan justru ketika sedang dituntut untuk memenangkan Pemilu Legislatif.
Alih-alih hendak memenangkan Pilpres, bahkan untuk mengungguli Pemilu Legislatif pun bisa-bisa gagal. Jika Golkar kalah dalam Pemilu DPR, bargaining Golkar terhadap pemilih untuk tampil dengan capres-cawapres sendiri pun semakin tipis.