Golkar jadi Penumpang Kekuasaan

Golkar jadi Penumpang Kekuasaan
Golkar jadi Penumpang Kekuasaan
JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Bonni Hargens mengatakan, terpilihnya Aburizal Bakry sebagai Ketua Umum DPP Partai Golongan Karya (Golkar) dalam Munas VIII di Pekanbaru, merupakan awal yang buruk. Dia menyebutkan, sejak Ical, panggilan Aburizal, terpilih menjadi ketum, maka saat itu Golkar memulai proses menggali kubur untuk dirinya sendiri.

"Enam tahun ke depan ini bagaimana pun baiknya kader Golkar bekerja, maka itu tidak akan diapresisasi masyarakat karena akan diklaim sebagai hasil kerja keras partai penguasa," ujar Bonni, di kampus UI, Depok, Senin (12/10).

Selain itu, lanjut Bonni, kemenangan Ical akan dipersepsi secara sinis oleh masyarakat sebagai konsekuensi belum tuntasnya urusan pribadi Ical terkait perusahaannya dalam kasus tragedi lumpur Lapindo. "Sepanjang kasus tersebut belum diselesaikan secara komprehensif, selama itu pula akan menjadi beban moral bagi Golkar enam tahun mendatang," ujar Boni.

Dia jelaskan, jauh sebelum pemilu presiden dilangsungkan, sesungguhnya sudah ada upaya untuk memonopoli kekuasaan oleh satu kekuatan dengan membentuk poros koalisi besar. "Setingnya saya rasa sudah dilakukan jauh sebelum pilpres. Inilah yang membuat suara Golkar anjlok dan Rizal Malarangeng justru terpilih sebagai salah satu ketua DPP. Beberapa waktu ke depan kader golkar akan merasakan pahitnya bersikap pragmatis yang pada akhirnya akan mengkerdilkan Golkar. Golkar akan  terus menjadi penumpang pada kekuasaan dan hanya memainkan peran pelengkap,” tegasnya.

JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Bonni Hargens mengatakan, terpilihnya Aburizal Bakry sebagai Ketua Umum DPP Partai Golongan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News