Gott ist Tott

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Gott ist Tott
Gelandang serang Jerman Kai Havertz (7) saat beraksi di jantung pertahanan Portugal. Foto: Twitter@EURO2020

Tentu saja Muller tidak berbicara mengenai Tuhan. Namun, keyakinannya itu didasarkan pada kepercayaan terhadap kualitas timnya, yang sudah ditempa melalui kompetisi yang ketat dan profesional, dan dipersiapkan dengan metode saintifik yang canggih.

Jerman mengepung pertahanan Portugal dengan total. Lima belas menit pertama benteng Portugal digempur habis-habisan. Tidak ada ruang sedikit pun yang bisa dipakai oleh penyerang Portugal untuk menyerang.

Namun, Kapten Portugal Cristiano Ronaldo menjadi pembeda. Pada menit ke-15, ia berada di kotak penaltinya sendiri untuk membantu teman-temannya bertahan dari gempuran tank-tank Jerman.

Serangan Jerman kandas, dan bola dikuasai gelandang Bernardo Silva yang dengan cepat mengirim bola panjang kepada Diogo Jota di sisi kiri lapangan.

Jota melakukan sprint menusuk pertahanan Jerman. Cristiano Ronaldo melakukan sprint yang sama dari kotak penaltinya sendiri.

Tiba-tiba saja Ronaldo sudah ada di kotak 16 meter Jerman, tanpa ada seorang pemain Jerman pun yang mengawalnya. Jota mengecoh kiper Manuel Neuer dan mengoper bola kepada Ronaldo yang menceploskan bola ke gawang yang sudah melompong.

Ronaldo sudah berumur 36 tahun, tetapi masih mampu melakukan sprint seratus meter dengan kecepatan dan intensitas maksimal hingga tidak terkawal oleh pemain bertahan Jerman. Dalam bahasa Nietzsche, Ronaldo bukan manusia biasa, dia adalah super-human, manusia adi-manusia.

Tubuhnya laksana robot yang melawan penuaan. Ia merawat tubuhnya dan melatihnya dengan mempergunakan kaidah-kaidah sains dan teknologi. Ronaldo menjadi cyborg yang mengalahkan usianya sendiri.

Tuhan sudah mati. Tuhan tetap mati. Dan kita telah membunuhnya. Bagaimana kita akan menghibur diri kita, pembunuh semua pembunuh.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News