Green Street Itu Bernama Ryomyom
Oleh Dahlan Iskan
Hanya saja masih sulit merumuskan bagaimana penarifannya. Agar sejalan dengan ideologi Juche. Semacam ideologi komunisme ala Korut.
Manusia adalah tuan bagi dirinya sendiri. Rakyat sudah terbiasa serbagratis. Atau serba-sangat murah. Bagaimana harus menghadapai jalan tol.
Rumah gratis. Sekolah gratis. Ke dokter gratis. Naik bus kota hanya bayar setara dengan Rp 75. Tujuh puluh lima rupiah. Segitu juga tarif kereta bawah tanah.
Saya juga banyak ditanya soal sistem penarifan listrik. Yang tidak memberatkan rakyat. Yang tidak bertentangan dengan Juche-isme.
Selama ini rakyat mendapat listrik 450 KW. Dengan hanya membayar Rp 7 ribu untuk tiga bulan.
Saya pun melihat fenomena modern. Saat ke kota kecil Kaesong. Dekat Pamunjom: ada orang membawa solar panel di sepedanya.
Ternyata memang lagi musim solar panel di kota itu. Saya mendongak ke atas. Ke gedung-gedung tinggi itu. Di jendela-jendela apartemen mereka itu terlihat tambahan solar panel.
Itu menunjukkan kebutuhan listrik yang meningkat. Juga menunjukkan mulai ada daya beli. Menandakan rakyat di kota kecil itu mulai tidak puas. Dengan jatah listrik yang 450 KV.