Gross Split Turunkan Minat Eksplorasi Migas
Sebab, kontraktor mengutamakan efisiensi biaya dan menggenjot produksi agar memperoleh revenue jika dibandingkan dengan berinvestasi untuk eksplorasi.
Kelemahan lain adalah peluang melesetnya target produksi dari enhanced oil recovery 2,5 miliar barel di reservoir.
Selain itu juga kesulitan dalam pengembangan lapangan migas marginal lantaran investasi besar dan tingkat pengembalian investasi (IRR) yang kecil.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Kementerian ESDM wajib membuat syarat dan ketentuan demi mengamankan ketahanan energi.
Di antaranya, gross split hanya diterapkan pada blok migas produktif yang akan habis kontrak dan blok migas yang potensi migasnya telah diketahui pasti.
Kewajiban manajemen cadangan juga dibutuhkan agar terjadi keberlanjutan produksi sesuai dengan rate yang ditetapkan pemerintah.
’’Jadi, tidak terjadi peak production secara cepat dan penurunan level produksi secara drastis dengan menggenjot produksi pada awal masa kontrak,’’ terang Andang.
Gross split juga harus bersifat regresif sehingga ada insentif bila harga minyak dunia di bawah baseline price dan ada windfall profit untuk pemerintah jika harga migas dunia melonjak tajam. (dee/c14/noe)
JPNN.com – Perubahan skema bagi hasil migas dari cost recovery menjadi gross split dinilai mampu memecah kebuntuan pengembangan minyak dan
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Pertamina Ditunjuk sebagai Secretary In Charge pada ASCOPE untuk Periode 2024-2029
- Jaga Keberlanjutan Energi Transisi, Pertamina Kembali Temukan Sumberdaya Gas di Sulawesi
- 5 Tahun ke Depan Prospek Investasi Hulu Migas di Indonesia Diprediksi Cerah
- Menuju NZE, BPH Migas Tegaskan Pentingnya Optimalisasi Gas Bumi sebagai Energi Transisi
- Industri Pengguna Gas Bumi Usul Program HGBT Dihapuskan
- Skema Cost Recovery Dinilai Lebih Bisa Mendorong Investasi Migas