Gula Langka di Pasaran, HIPPI Dorong Pengembangan Pemanis Alternatif

Gula Langka di Pasaran, HIPPI Dorong Pengembangan Pemanis Alternatif
Ilustrasi Gula. Foto: Pixabay

“Misalnya saja, dengan memberikan insentif bagi pengusaha pribumi,” tegasnya.

Dorongan untuk mengembangkan pemanis alternatif, menurut Bambang merupakan tuntutan. Pasalnya, kelangkaan gula tahun ini sudah sangat mengkhawatirkan. 

Biasanya, siklus harga gula selalu naik pada saat Ramadhan dan Idul Fitri. Namun tahun ini, lanjut Bambang, belum juga Ramadan, tetapi harga gula sudah melambung.

“Mendorong produksi pemanis alternatif adalah solusi terbaik, apalagi Indonesia memiliki lahan yang luas,” kata dia.

Pengembangan pemanis alternatif, menurut Bambang, memang sangat memungkinkan. Pasalnya, dari sekitar 5 juta ton lebih kebutuhan gula nasional per tahun, hanya sekitar 2 juta ton yang bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri. Untuk memenuhi sisa kebutuhan tersebut, Pemerintah biasanya melakukan impor gula.

“Padahal, mengatasi defisit kebutuhan gula apalagi ketika gula sedang langka, idealnya bukan dengan impor. Impor gula akan menguras devisa negara,” jelasnya.

Tentang rendahnya produksi gula nasional, Bambang menyoroti industri gula yang tidak efisien. Hal itu bisa dilihat dari angka rendemen tebu yang hanya berkisar 7-8 persen. 

Sebagai gambaran, kalau 1 ton tebu digiling, hanya menghasilkan 70 kg gula pasir.  Sangat jauh dibandingkan Australia 14% dan Brasil yang bisa mencapai 13%. 

Ini perlu diantisipasi dengan memperbanyak industri pemanis alternatif pengganti gula. Mendorong pemanis alternatif adalah solusi persoalan gula di Tanah Air.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News