Gundah Garuda

Oleh: Dahlan Iskan

Gundah Garuda
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Masih pula ada sajian –air dan roti.

Sepanjang penerbangan perasaan aneh muncul dari sanubari: rasa kasihan dan simpati. Kebanggaan lama seperti muncul kembali. Menguasai sanubari.
Mungkin karena cuaca di musim hujan ini lagi baik. Tidak ada guncangan sama sekali. Akankah seluruh kebanggaan itu berakhir?

Garuda masih punya waktu 30 hari lagi untuk bersepakat atau tidak bersepakat dengan penggugat pailitnya. Kalau sepakat, Garuda masih punya kemungkinan hidup lagi. Kalau tidak sepakat, pengadilan yang memutuskan: pailit.

Posisi Garuda kuat: bisa mengancam akan memperkarakan mereka soal korupsi masa lalu. Untuk bisa mengulur jangka pembayaran dan mendapatkan tarif sewa yang lebih murah. Juga kuat karena pasar domestik Garuda sangat besar.

Posisi Garuda lemah: dunia penerbangan di Amerika sudah nyaris pulih. Mereka butuh banyak pesawat.

Sepanjang penerbangan saya membayangkan apa yang dilakukan Garuda di sisa waktu yang pendek ini.

Pesawat pun siap-siap mendarat di Jakarta. Saya lihat A330-800 neo parkir sendirian. Di apron. Tanpa tangga. Berarti tidak sedang disiapkan terbang.

Itulah yang seharusnya saya naiki tadi. Sekaligus saya ingat: itulah jenis pesawat yang paling tidak laku di antara produk-produk Airbus. Hanya empat penerbangan yang membelinya: Uganda Airlines, Air Greenland, Kuwait Airways, dan Garuda.

Sepanjang penerbangan yang terpikir hanya Garuda, Garuda, Garuda. Untung ini penerbangan pendek. Hanya dari Surabaya ke Jakarta.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News