Gunung Salak, Apa Kabarmu Kini?
Baik KRB I, II, atau pun III, Kris menegaskan jika wilayah tiga kawasan ini adalah daerah yang tidak boleh dihuni penduduk, terutama hunian yang sifatnya tetap. Meski begitu, masih saja ada masyarakat yang nekat membangun bangunan-bangunan vila di wilayah Kawasan Rawan Bencana. PVMBG, kata Kris, hanya sebatas memberikan imbauan.
“Kecuali untuk aktivitas penelitian gunung api, itu masih dibolehkan. Itu pun dengan tetap memperhatikan faktor-faktor keamanan bila sewaktu-waktu terjadi erupsi,” paparnya.
Kris mengurai, peta KRB dibuat berdasarkan pola bentangan alam, topografi, geologi, sejarah kegiatan, sebaran produk, letusan terdahulu, dan hasil pengamatan-pengamatan di lapangan. “Kami berharap masyarakat mengetahui ini. Ini sangat penting untuk antisipasi dini,” katanya.
Sementara itu Nur Hidayah (29) warga Desa Pasarean, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor mengaku tak tahu apa itu KRB. “Soalnya setahu saya adem-adem saja,” ujar Nur.
Hal senada diungkapkan Hidayat (26) warga Desa Cibunian yang tak jauh dari kaki Gunung Salak. Dia mengaku tak tahu batasan-batasan wilayah rawan bencana. “Kami berharap Gunung Salak selalu dalam kondisi normal,” pintanya. (cr3)
Selama ratusan tahun sejak letusan hebat tahun 1699, Gunung Salak masih tertidur.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- BPKP Usulkan Rancangan Kebijakan MRPN Lingkup Pemerintah Daerah
- Pengamat Tata Kota Sebut Aparat Lemah kepada Preman Bisa Hilangkan Kepercayaan Publik
- Pembongkaran Pasar Tumpah Bogor Dibatalkan, Warga Ancam Bongkar Sendiri
- Mak-Mak Majelis Taklim Dukung Rena Da Frina Pimpin Kota Bogor
- Preman Pasar Tumpah Bogor Provokasi Tolak Penggusuran, IPW: Polisi Jangan Kalah
- Kebakaran Gudang Alat Dekorasi di Bogor Sebabkan Satu Orang Meninggal