Guru Besar IPB Peringatkan Kerja Peneliti Asing soal Orang Utan, NKRI Harus Dijaga!
jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Perlindungan Hutan IPB Profesor Bambang Hero Saharjo turut menanggapi viralnya surat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang melarang peneliti asing Eric Meijaard dkk masuk ke dalam kawasan konservasi di Indonesia.
Profesor Bambang meyakini KLHK sudah memiliki landasan yang kuat sebelum memutuskan pelarangan tersebut.
Akademisi penerima penghargaan bergengsi John Maddox 2019 itu mengatakan kasus Meijaard dkk hampir sama dengan kasus peneliti asing yang sempat heboh beberapa waktu lalu terkait luasan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
Para peneliti itu sama-sama menggunakan data sekunder bukan data primer lapangan, dan metodologinya pemodelan.
Meski secara ilmiah pemodelan dibenarkan, tetapi mengabaikan data dan fakta lapangan juga kesalahan fatal dalam suatu karya ilmiah.
Dia menegaskan seorang peneliti seharusnya hadir langsung secara fisik di lapangan untuk mendapatkan data yang valid.
Meijaard sebelumnya berasumsi akan terjadi penurunan populasi orang utan di Indonesia, bahkan mengarah pada kepunahan padahal di 2022 masih terjadi kelahiran dua ekor orang utan di Indonesia.
Melalui berbagai koreksi kebijakan, populasi orang utan di Indonesia telah mengalami peningkatan signifikan dari 1.441 individu di 2014 menjadi 2.431 individu di 2022. Data-data primer seperti ini telah diabaikan Meijaard dkk.
Peneliti asing dianggap hanya mencari perhatian pemerintah Indonesia untuk mendapatkan karpet merah tanpa melihat langsung kondisi langsung di lapangan.
- Menteri LH Minta Kepala Daerah Berkomitmen Menuntaskan Permasalahan Sampah
- 5 Persemaian Skala Besar Diresmikan untuk Mendukung Rehabilitasi Hutan dan Lahan
- Komitmen Mengurangi Sampah, PT Godrej Consumer Products Raih Penghargaan KLHK
- Bedah Buku: Dosen Doktoral IPB Pastikan Teori-Teori Komunikasi Pembangunan Sudah On The Track
- Menteri LH Hanif Faisol Terjun Langsung Bersihkan Sampah di Kali Cipinang
- Prabowo Subianto Pecah KLHK jadi 2 Kementerian Berbeda