Guru Besar IPB: Tunda Pengesahan RUU Pertanahan
jpnn.com, JAKARTA - Sebuah Undang-Undang memiliki fungsi dan peran sangat penting dan mengatur seluruh aspek yang tercakup di dalamnya. Oleh karena itu, RUU Pertanahan di DPR RI saat ini sedang dibahas perlu lebih mendalam lagi karena menyangkut kepentingan banyak sektor sumber daya alam, seperti hutan, tambang dan sebagainya dan bukan hanya masalah tanah semata.
“Mengingat pentingnya UU Pertanahan tersebut, maka sebaiknya pembahasan RUU Pertanahan dilanjutkan pada periode DPR berikutnya. Saat ini pun pembahasan tidak efektif karena banyak anggota DPR yang tidak konsentrasi lagi,” ujar Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Hariadi Kartodihardjo ketika dimintai tanggapannya atas RUU Pertanahan pada Selasa (9/7).
Hariadi menjelaskan pembahasan RUU Pertanahan jangan tergesa-gesa dangan waktu yang terbatas, mengingat urgensi kepentingan UU tersebut.
BACA JUGA: Bamsoet: Pertanahan Menjadi Perhatian Serius DPR
“Menurut pandangan saya, lebih baik dimatangkan dan diselesaikan secara holistik pada periode mendatang. UU ini nantinya harus mampu mengisi kekosongan atau kelemahan yang ada dalam UU Pokok Agraria tahun 1960,” katanya.
Mengenai pandangan keseluruhan atas RUU Pertanahan ini, Hariadi menilai, RUU Pertanahan terkesan lebih membangun penguatan lingkup kewenangan kementerian yang membidangi pertanahan dan tata ruang daripada menjawab kebutuhan sebuah beleid menyeluruh yang mengatur tanah seperti diharapkan dalam naskah akademik rancangan ini, yakni meminimalkan ketidak-sinkronan undang-undang sektoral terkait bidang pertanahan maupun menegaskan berbagai penafsiran yang telah menyimpang dari falsafah dan prinsip dasar Undang-Undang Pokok Agraria.
Lebih lanjut, Hariani menjelaskan dalam dokumen naskah akademik RUU Pertanahan tanggal 17 Oktober 2017, yang dimaksud melengkapi dan menyempurnakan Undang-Undang Agraria adalah menguatkan isinya karena kemunculan aturan itu dulu tidak bisa melengkapi ketentuan pokok mengenai sumber daya alam lain selain tanah, sampai kemudian lahir undang-undang sektoral seperti Undang-Undang Kehutanan, Undang-Undang Pertambangan, Undang-Undang Sumber Daya Air, yang semuanya berbasis lahan.
Akibat kondisi itu, Undang-Undang Pokok Agraria tidak bisa menjadi “payung” atau platform bagi pengelolaan sumber daya alam selain tanah. Bukan hanya itu, tumbuhnya berbagai undang-undang sektoral mengakibatkan Undang-Undang Pokok Agraria terdegradasi dan menyimpang dari tujuan awalnya sebagai lex generalis bagi landasan kerja semua sektor berbasis sumber daya alam.
RUU Pertanahan di DPR RI saat ini sedang dibahas perlu lebih mendalam lagi karena menyangkut kepentingan banyak sektor sumber daya alam, seperti hutan, tambang dan sebagainya dan bukan hanya masalah tanah semata.
- GMNI Sesalkan RUU Pertanahan Masuk Prolegnas RUU Prioritas 2020
- Mahasiswa Desak Pemerintah Tolak Revisi UU Pertanahan
- Soal RUU Pertanahan, Hakam Naja: Kami Tunggu Saja Sikap Pemerintah
- Komisi II DPR Diminta Tidak Mengabaikan Hasil Rakor di Kantor Wapres
- Sutriyono: Pemerintah Harus Satu Suara Soal RUU Pertanahan
- Firman Subagyo Usulkan Penerbitan Surpres Baru untuk RUU Pertanahan