Guru Besar UI Sebut Hukum Sudah Menjadi Alat Rekayasa Politik untuk Kepentingan Kekuasaan

Guru Besar UI Sebut Hukum Sudah Menjadi Alat Rekayasa Politik untuk Kepentingan Kekuasaan
Guru Besar Antropologi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Sulistyowati Irianto. Foto: Source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Antropologi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Sulistyowati Irianto menilai terjadi fenomena kemunduran demokrasi pada pemerintahan saat ini.

Hal itu disampaikan wanita yang akrab disapa Sulis ini saat memberikan kuliah umum bertajuk Dilema Intelektual di Masa Gelap Demokrasi: Tawaran Jalan Kebudayaan pada acara Koentjaraningrat Memorial Lecture XXI/2024", yang diselenggarakan Forum Kajian Antropologi Indonesia (FKAI), Senin (3/6).

Sulis mengatakan upaya pemerintah untuk melemahkan demokrasi terlihat dari adanya pengerahan dimulai dari politisasi yudisial dan penyebaran kesadaran palsu kepada publik bahwa semuanya wajar tanpa pelanggaran hukum. Keruntuhan demokrasi sedang terjadi perlahan tetapi pasti dan membahayakan kohesi masyarakat.

"Penyelenggara negara yang seharusnya menjadi wasit nampak terlibat baikan kontestan. Asas pemilu jujur, adil, bebas, langsung, rahasia seperti digariskan Konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 22 E, telah dilanggar," kata Sulis di Auditorium Mochtar Riady FISIP UI, Depok.

Sulis juga menilai Pemilu 2024 berkelindan dengan korupsi politik dan menjadi ruang transaksional di tingkat rakyat. Inilah yang menyebabkan politik uang dalam pemilu semakin mahal dari waktu ke waktu. Pemilu juga dilekati transaksi jabatan penting pemerintahan.

"Tidak sedikit politikus yang dengan mudah pindah dari satu partai ke partai politik lain demi harapan peluang untuk menjadikannya pejabat. Indikasi kecurangan mengemuka dalam sidang sengketa perselisihan pemilu di Mahkamah Konstitusi," jelas dia.

Sulis menyoroti adanya tiga hakim konstitusi yang memiliki pandangan berbeda atau dissenting opinion terhadap kondisi pelaksanaan Pemilu 2024. Lalu ada 50 amicus curiae lebih yang disampaikan oleh para akademisi, seniman, kelompok buruh, dan berbagai elemen lain dalam masyarakat.

Kemudian, sorotan dari Komite Hak Asasi Manusia Persatuan Bangsa-Bangsa, hal mana belum pernah terjadi dalam pemilu sebelumnya.

Guru Besar juga menilai Pemilu 2024 berkelindan dengan korupsi politik dan menjadi ruang transaksional di tingkat rakyat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News