Guru di Perbatasan, 6 Bulan Hanya Digaji Rp500 Ribu
Selasa, 10 Juli 2012 – 00:02 WIB
“Saya terima saja berapa pun upah yang dibayarkan kepada saya. Lagipula saya hanya seorang guru honorer yang memang cukup rendah gajinya,” katanya.
Susana bercerita, setiap hari harus menempuh jarak 3 kilometer dari tempat tinggalnya menuju sekolah dengan menggunakan ojek motor dengan biaya Rp 10 ribu untuk pulang pergi. Sehingga, gajinya ludes hanya untuk biaya transportasi, tak dua bulan.
“Saya tidak menyesal. Kalau bukan saya, siapa yang bisa mengajari anak-anak di daerah saya? Saya punya ilmu, lulusan S1, tapi jika ilmu saya tidak ditransferkan kepada anak-anak, mau diapakan? Maka itu, saya ikhlas. Niat saya memang untuk mengajarkan anak-anak di daerah saya,” paparnya.
Susana yang baru saja memperoleh gelar S1-nya dari Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Biak pada tahun 2011 lalu, memang terlihat sangat sederhana. Dia mengatakan, sejak masih kuliah ia pun sudah mengajar di sekolah dasar tersebut. Yakni hanya dengan mengandalkan surat rekomendasi dari kampusnya. “Kalau tidak begitu, saya tidak bisa mengajar. Cita-cita saya memang ingin menjadi guru,” tukasnya.
JANJI pemerintah pusat untuk memberikan tunjangan khusus kepada para guru yang mengajar di daerah perbatasan, pedalaman, atau pun daerah tertinggal,
BERITA TERKAIT
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara