Guru Honorer Jadi Korban Pengalihan SMA/SMK ke Provinsi
jpnn.com, JAKARTA - Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo, mengkritisi sejumlah masalah pokok tentang tata pengelolaan guru yang terjadi di Indonesia.
Khususnya terkait perpindahan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari pemerintah kota/kabupaten ke pemerintah provinsi.
Peralihan tersebut, menurut Heru, membawa dampak lain, khususnya kepada nasib guru honorer.
"Para guru honorer tidak mendapatkan kepastian terkait hak-hak dan kesejahteraan mereka, khususnya terkait sistem penggajian," ujar Heru pada Sabtu (25/11).
Seperti yang terjadi SMAN 9 kota Bengkulu.
Selain itu, para kepala sekolah juga belum kunjung mendapatkan SK dari gubernur.
"Contohnya di Sumatera Utara dan NTB. Para kepala sekolah juga tidak berani mengambil keputusan-keputusan strategis. Tanpa SK, Kepsek juga rawan diganti secara sewenang-wenang,” ujar Fahmi Hatib, Presidium FSGI yang juga guru di Kabupaten Bima, NTB.
Heru menambahkan, di beberapa provinsi ada Surat Edaran Gubernur yang isinya memberikan kesempatan kepada sekolah dan Komite Sekolah untuk menarik iuran/SPP kepada orang tua peserta didik.
Sistem penggajian guru honorer berubah setelah SMA dan SMK dialihkan ke provinsi
- Andri Berharap Supriyani Guru Honorer Lulus PPPK 2024, Tes Sebelum Sidang Putusan
- Guru Supriyani Tetap Ikut Tes PPPK Meski dapat Afirmasi
- 5 Berita Terpopuler: Mendikdasmen Beri Sinyal Baik soal PPPK, Ada Regulasi Baru? tetapi Honorer Jangan Nekat ya
- PPPK Minta Regulasi Mutasi, Relokasi, dan TPP Rp 2 Juta, Berlebihankah?
- Pemda Mengasumsikan 2025 Masih Ada Honorer, Gaji Jangan Lagi 3 Bulan Sekali
- Kasus Guru Supriyani: Kapolsek Baito Dicopot Gegara Uang Rp 2 Juta, Kanit Reskrim Juga