Guru Kaget saat Tiba-Tiba Digerebek Mucikari
Siang itu 13 anak datang. Mereka dibagi dua kelompok. Satu kelompok untuk SD kelas VI dan satu kelompok lagi untuk kelas III. ”Siswa yang kelas III ini susulan, seharusnya mereka masuk pagi,” jelas Kristiawan. Khusus untuk kelas VI, mereka langsung diberi satu bundel soal ujian nasional.
Sementara itu, siswa kelas III diminta mengerjakan soal matematika tentang pembagian dan penjumlahan. Soal tersebut sudah tertulis di papan tulis. Jadi, siswa tinggal menyalin di buku dan menjawabnya. ”Sekarang semuanya diam. Tidak boleh ada yang ramai. Ayo, dikerjakan soalnya,” ucap Kristiawan di depan para siswa.
Kristiawan mengawasi anak didiknya. Dia mengamati satu per satu siswa yang sedang mengerjakan soal. Beberapa saat, Anggun Sititursenna Rahmatullah, salah seorang siswa, bertanya karena kesulitan menjawab soal penjumlahan. Dengan telaten, dia mendekati siswa tersebut dan mengarahkannya agar bisa menjawab soal itu.
Senna, sapaan akrab Anggun Sititursenna Rahmatullah, memang mengaku lemah dalam soal tambah-tambahan. Padahal, di sekolah dia sudah diajari. ”Saya masih bingung,” jelas siswa kelas III MI Baitul Ilmi itu. Setelah mendapat arahan, dia kemudian mencoba lagi menjawab soal.
Kristiawan mengatakan, seharusnya siswa kelas III sudah bisa mengerjakan soal pembagian dan penjumlahan. Menurut dia, tidak satu dua anak saja yang mengalami kesulitan. Problem tersebut dialami banyak anak. Itu salah satu PR besar Kristiawan. Kemampuan anak-anak didiknya relatif lebih lemah jika dibandingkan dengan siswa lain. Namun, dia terus berusaha membimbing mereka agar tidak tertinggal dalam pelajaran.
Pukul 15.30 banyak siswa yang sudah selesai mengerjakan soal. Suasana di luar pun mulai hidup. Banyak pintu wisma yang sudah buka. Karyawan wisma mulai bersih-bersih. Ada yang menyapu, mengepel, dan membersihkan kaca. Suara musik juga mulai terdengar.
Jika suasana sudah ramai, siswa tidak bisa lagi konsentrasi dalam belajar. Belajar pun diakhiri pada pukul 16.00. Kondisi saat ini, kata Kristiawan, sedikit berbeda dengan saat awal-awal bimbingan belajar (bimbel) dibuka.
Saat itu musik mulai diputar sejak siang, pukul 13.00. Siswa pun terpaksa belajar dengan mendengarkan musik. ”Banyak pemilik wisma yang belum tahu kalau ada bimbel,” kata dia. Tapi setelah mengetahui, mereka kemudian memaklumi dan tidak memutar musik saat bimbel berlangsung.
BANYAK anak-anak di sekitar lokalisasi Dolly dan Jarak yang tidak pernah tersentuh kelompok bimbingan belajar. Alasan klasiknya, tidak ada biaya.
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408