Habib Bola

Oleh: Dahlan Iskan

Habib Bola
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

"Sekarang dia masih lebih alim. Tetapi tidak lama lagi bisa saya selip," jawabnya.

Rupanya Mamak benar-benar ingin fokus bertransformasi dari bintang lapangan sepak bola ke panggung agama.

Tidak. Rupanya tidak harus begitu. Mamak tidak akan bisa sepenuhnya meninggalkan sepak bola.

Di acara itu misalnya, dia sudah pakai kopiah putih, sorban hijau dan baju gamis panjang, tetapi rambutnya masih dia biarkan keriting memanjang sampai dekat bahu. Dan baju Arab-nya masih dibungkus dengan jas hitam. Itu bukan jas biasa. Di lengannya tertempel lambang PSSI. Pun di bagian dadanya.

Mamak Alhadad memang legenda sepak bola. Saat menjadi pemain Niac Mitra, tim itu juara Galatama. Sampai tiga kali atau empat kali.

Masih ditambah juara berbagai turnamen. Dia satu angkatan dengan pemain impor David Lee dan Fandi Ahmad. Juga dengan pemain lokal seperti Hanafing, Rudy Keltjes, dan Djoko Malis.

Yang membuat publik bola sangat simpati padanya adalah: dia tipe pemain yang setia. Sepanjang kariernya Mamak hanya bermain untuk satu klub: Niac Mitra.

Ketika bintang lain pindah ke klub lain Mamak tetap di Niac Mitra. Ketika dia dirayu dengan bayaran lebih tinggi pun tekadnya tetap di Niac Mitra.

Saya tidak menyangka Zein Alhadad bisa berbahasa Arab. Dia penyerang yang haus gol di klub yang di masa lalu sering jadi juara di Indonesia: Niac Mitra.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News