Hai Jaksa Agung! Tuntaskan Dulu Kasus-kasus Mangkrak, Baru Urus Setnov
jpnn.com - JAKARTA -- Pengamat hukum dari Universitas Airlangga Ahmad Mukhlis menganggap Kejaksaan Agung berlebihan dan tebang pilih dalam menangani kasus.
Hal ini diungkapkan Mukhlis menanggapi langkah kejagung melakukan pengusutan kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla oleh Ketua DPR Setya Novanto yang meminta saham PT Freeport Indonesia dengan imbalan perpanjangan kontrak karya.
"Ketika masih banyak kasus korupsi yang mangkrak, kejaksaan sepertinya berupaya menjadikan momen kasus SN untuk perbaikan citra," kata Mukhlis, Kamis (3/12).
Padahal, lanjut Mukhlis, masih banyak kasus yang lebih penting ketimbang kasus Setnov, termasuk eksekusi perkara yang telah berketetapan hukum tetap. "Serta piutang pendapatan negara bukan pajak yang hingga kini tak tertagih," ungkap Mukhlis.
Seperti diketahui, Kejagung begitu ngotot menyelidiki kasus Setnov dengan mengabaikan apapun putusan hasil sidang Majelis Kehormatan Dewan (MKD).
Kejaksaan menduga Setnov melakukan pemufakatan jahat hingga berujung tindak pidana korupsi. Hal ini sesuai pasal 15 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lebih lanjut Mukhlis mengatakan, jika kejaksaan tidak ingin tebang pilih dalam penanganan dugaan korupsi, seharusnya bisa juga memeriksa oknum jaksa yang disebut-sebut dalam persidangan dugaan suap kasus bantuan sosial (bansos) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
"Sekarang jika mengacu pada rekaman, apakah SN sudah mengakui? Lalu dengan semangat, kejaksaan langsung menyelidiki kasus tersebut. Bagaimana dengan kesaksian terdakwa atau saksi kasus Bansos yang mengutarakan bahwa sudah memberikan uang untuk oknum jaksa di Kejagung. Apakah Jampidsus melakukan perlakuan yang sama?" tanya Mukhlis.
Ia menambahkan, sikap Polri maupun KPK yang justru lebih menunggu putusan MKD adalah tepat. Hal itu demi mengumpulkan bukti-bukti yang valid.
"Masyarakat pastinya lebih senang jika benar kasus SN ini mengarah ke penyalahgunaan wewenang atau tindak pidana korupsi tersebut ditangani KPK. Kejagung memiliki catatan buruk ketika menangani kasus SN, yakni dalam kasus Cessie Bank Bali," cetusnya.
Mukhlis pun mendesak agar KPK juga menerapkan pasal yang sama untuk mengungkap keterlibatan oknum jaksa, yang belakangan disebut-sebut yakni Maruli Hutagalung dan M Prasetyo.
"Penyidik KPK bisa menerapkan pasal tambahan yakni pasal 55 KUHP. Untuk bukti petunjuk bisa menggunakan pasal 106 KUHAP, selain keterangan yang menjadi fakta persidangan," tuturnya.
Sebagai penegak hukum, lanjutnya, kejaksaan harusnya menunggu MKD mengeluarkan putusan. Karena jika menunggu hsil MKD, justru penegak hukum akan lebih diuntungkan dalam mengusut dugaan terjadinya pemufakatan korupsi," ujarnya.
"Entah hasilnya menguntungkan SN atau tidak, penegak hukum bisa membuka penyelidikan baru sesuai laporan maupun referensi lainnya," paparnya. (boy/jpnn)
JAKARTA -- Pengamat hukum dari Universitas Airlangga Ahmad Mukhlis menganggap Kejaksaan Agung berlebihan dan tebang pilih dalam menangani kasus.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Hendri Satrio jadi Ketua IKA FIKOM Unpad
- Info Terkini OTT KPK yang Menyeret Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah
- Pertamina Eco RunFest 2024: Carbon Neutral Event untuk Kampanye Sustainable Living
- Sambut Akhir Tahun, ASDP Bakal Hadirkan Konser Musik di Kawasan BHC
- Program UPLAND, SLB Tamima Mumtaz Wujudkan Kemandirian Ekonomi & Peningkatan Gizi
- Dukung Ketahanan Pangan, IsDB & IFAD Kembangan Pertanian Dataran Tinggi