Hak Cipta Ancam Nanoteknologi

Hak Cipta Ancam Nanoteknologi
NANOTECH - DR Yen Shang Yong (dari kiri), Wahyu Yun Santoso, Prof Susan SW Tai, DR Nurul T Rochman dan Prof Michael Lupton, saat seminar mengenai masa depan nanotechnology di Indonesia, di kampus Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Banten, Kamis (4/3). Foto: Agus Wahyudi/Jawa Pos.
Kata Linnan, birokrat di Dirjen HAKI yang tidak memahami nanoteknologi akan menjadi ancaman bagi pengembangan teknologi tersebut. Sebab, mereka tidak akan memahami bilamana sebuah karya melanggar hak paten nanoteknologi. Begitu pula soal registrasi teknologi tersebut. Dia membayangkan, akan terjadi kebingungan yang begitu parah apabila tidak dibenahi. "Kalau kalian mampu, lebih baik kalian tempatkan intelektual yang paham nanoteknologi di Dirjen HAKI. Itu akan lebih membantu dalam proses hukum," katanya.

Linnan begitu prihatin melihat kekayaan intelektual begitu mudah dibajak di Indonesia. Dia mencontohkan DVD dan VCD palsu yang dijual bebas di Indonesia. Begitu pula obat-obatan. "Di Jakarta banyak sekali kios-kios yang menjual pil biru (obat vitalitas lelaki, Red.) di mana-mana. Itu obat palsu betapa sangat berbahaya kalau sampai dikonsumsi," katanya.

Dengan tidak adanya kepastian hukum tentang hak paten, penggiat nanoteknologi bisa putus asa. Mereka bakal mengalihkan penelitiannya ke negara lain yang lebih stabil. Apalagi, kebanyakan periset nanoteknologi digerakkan oleh sektor swasta yang berprespektif bisnis.

"Mereka menjalankan bisnis. Kalau saya bilang menjalankan bisnis, berarti mereka harus terus bergerak. Kalau di Indonesia mereka kesulitan, bukan tidak mungkin mereka akan beralih ke Tiongkok atau ke negara lain yang lebih melindungi karya paten mereka," katanya.

TANGERANG - Nanoteknologi terus berkembang. Teknologi berbasiskan pengukuran nanometer itu merambah berbagai sektor kehidupan. Mulai industri, pertanian,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News