Hak Pilih Warga Dengan Gangguan Jiwa Dipolitisasi Jelang Pemilu 2019
"Jangan sampai hak politik malah diinjak-injak untuk kepentingan politik."
Yeni pernah memantau Pemilu 2014 yang dilakukan di berbagai rumah sakit jiwa dan ia mengatakan hasil pemenangannya berbeda-beda.
"Di Rumah Sakit Jiwa Grhasia [Yogyakarta], Joko Widodo yang menang, tapi di Rumah Sakit Jiwa Bali dan di Lombok, Prabowo yang menang."
Karena itu, Yeni mengatakan menganggap warga dengan gangguan psikologi akan lebih mudah dipengaruhi dan dicurangi adalah sebuah stigma.
"Kecurangan itu bisa dilakukan dan terjadi kepada siapa pun, seperti dipengaruhi dengan himbauan atau dengan uang."
"Apabila ada potensi kecurangan dalam pemilu, maka bukan hak pilihnya yang dicabut, tapi potensinya yang dihindari dan diawasi," tegas Yeni.
Jaka juga mengatakan jika ada kekhawatiran pemilih warga difabel akan dieksploitasi oleh pihak tertentu demi kepentingan politik, maka mereka yang mengeksploitasilah yang seharusnya ditindak.
Sejumlah organisasi kemasyarakatan juga menegaskan bahwa upaya mereka mendorong warga difabel mental menggunakan suaranya di pemilu nanti bukan bermaksud mendukung atau menyerang kubu dan politisi tertentu.
- Kabar Australia: Sejumlah Hal yang Berubah di Negeri Kangguru pada 2025
- Misinformasi Soal Kenaikan PPN Dikhawatirkan Malah Bisa Menaikkan Harga
- Dunia Hari Ini: Mantan Menhan Israel Mengundurkan Diri dari Parlemen
- Dunia Hari Ini: Pemerintah Korea Selatan Perintahkan Periksa Semua Sistem Pesawat
- Jakarta Punya Masalah Kucing Liar, Penuntasannya Dilakukan Diam-diam
- Dunia Hari Ini: Ada Banyak Pertanyaan Soal Kecelakaan Pesawat Jeju Air