Hak Pilih Warga Dengan Gangguan Jiwa Dipolitisasi Jelang Pemilu 2019

Hak Pilih Warga Dengan Gangguan Jiwa Dipolitisasi Jelang Pemilu 2019
Hak Pilih Warga Dengan Gangguan Jiwa Dipolitisasi Jelang Pemilu 2019

"Kan di KPU ada aturannya untuk memilih, kalau misalnya dia mau memilih di saya (RS) kan dia mesti bawa formulir C4 karena dari KTP asalnya. Yang merah itu, dia harus bawa itu. Nah apakah mereka bisa memilih di tempat saya (RS) tanpa membawa formulir C4 itu?.

"Itu yang saya belum dapat kabar dari KPU-nya. Mekanismenya seperti apa."

Permasalahan, menurut Dian, bisa juga terjadi jika pasien gangguan jiwa tidak memiliki keluarga. Pasalnya, meski mereka memiliki hak pilih, dilihat dari aspek legal, mereka tidak memenuhi syarat.

"Ini KTP -nya bagaimana? kan orang dengan gangguan jiwa itu di bawah pengampuan, artinya kalau boleh tidaknya dia memilih ya harus izin dulu, orang tuanya, istrinya, suaminya, begitu. Tetap kita izin ke keluarganya karena kan dia masuk rumah sakit kan ada penanggung jawabnya."

"Siapapun yang masuk rumah sakit (untuk alasan kejiwaan) bukan atas permintaan sendiri, pasti ada penanggung jawabnya."

Pihaknya selama ini, sejak Pemilu 2014, selalu menyampaikan sosialisasi Pemilu ke penanggung jawab pasien.

"Kami sampaikan 'Kita mau ada Pemilu nih, mau milih apa enggak? kata dokter dia (pasien) boleh memilih', kalau tidak ya kita tidak akan paksakan mereka. Yang penting, kita sudah sosialisasikan bahwa mereka punya hak pilih, tapi keluarga bagaimana?," ujar Dian.

Menurut keterangan Viryan Aziz, KPU sendiri saat ini tengah menyusun Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dan Daftar Pemilih Khusus (DPK).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News