Hakim Biasa Mainkan Petikan Putusan

Hakim Biasa Mainkan Petikan Putusan
Hakim Biasa Mainkan Petikan Putusan
JAKARTA -- Mantan Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Chaerul Imam mengatakan, ada persoalan pada tingkat sistem yang menyebabkan banyaknya tersangka, terdakwa, atau terpidana korupsi kabur sebelum dieksekusi. Antara lain, masa penahanan habis sebelum pemeriksaan selesai. Tatkala surat keputusan perpanjangan masa penahanan belum keluar, maka yang bersangkutan harus dilepaskan dulu dari tahanan. Kesempatan itu digunakan untuk kabur.

Masalah lain yang juga terkait dengan sistem adalah kebiasaan mengulur-ngulur waktu eksekusi, dengan cara terus melakukan upaya hukum, mulai dari banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK). "Ini yang menyebabkan kasusnya berlarut-larut. Kasus Djoko S Tjandra ditangani sejak 1999, dan setelah 10 tahun baru keluar putusan dari Mahkamah Agung (MA)," ujar Chaerul Imam bertema 'Lagi-lagi Koruptor Kabur' di Jakarta, Senin (22/6).

Menurut Chaerul, celah lain yang dijadikan terpidana koruptor kabur adalah masa usai pembacaan vonis di pengadilan. Dikatakan Chaerul, sudah menjadi kebiasaan selama ini, hakim tidak langsung menyampaikan ekstrak atau petikan putusan ke jaksa penuntut. Akibatnya, jaksa tidak bisa langsung melakukan eksekusi.

"Ekstrak putusan belum diterima jaksa, berita sudah muncul di media massa. Baru sekitar dua minggu jaksa menerima ekstrak putusan. Ini kan celah terpidana untuk kabur," ujarnya. Seringkali, alasan hakim untuk tidak segera menyerahkan ekstrak putusan karena kasusnya besar, putusannya tebal, ngetiknya perlu waktu lama. Padahal, ekstrak putusan biasanya satu lembar saja, yang isi pokoknya menyebutkan nomor perkara dan vonis yang dijatuhkan. (sam/JPNN)

JAKARTA -- Mantan Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Chaerul Imam mengatakan, ada persoalan pada tingkat sistem yang menyebabkan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News