Halili Hasan: Indonesia Hadapi Tantangan Serius Soal Moralitas Penyelenggara Negara
"Jika elite yang terpilih adalah representasi dari warga kita, maka perbaikan harus dimulai dari masyarakat itu sendiri," ujar Halili.
Dia juga menekankan kontrol terhadap kekuasaan dan pembatasannya sangat penting, karena hak dan kebebasan yang dikumandangkan dalam demokrasi seringkali tidak sejalan dengan mekanisme pengawasan yang memadai.
Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) 1988-2002 Chandra Setiawan mengungkapkan kekhawatirannya tentang maraknya pelanggaran etika dan hukum di Indonesia.
Menurutnya, krisis ini tidak hanya terjadi di kalangan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, tetapi juga di level penegak hukum yang seringkali memutuskan perkara dengan cara yang mencederai keadilan.
"Sering kita dengar bahwa hukum itu tajam ke bawah, tumpul ke atas," kata Chandra.
Dia menegaskan esensi dari sila pertama Pancasila adalah komitmen untuk memuliakan Tuhan dan menjaga keluhuran ciptaan-Nya, termasuk manusia.
Agenda mendesak bagi BPIP, menurut Chandra, adalah membangkitkan kembali nilai-nilai religiusitas di Indonesia dengan cara yang lebih substansial, bukan hanya formalistik.
Dalam konteks penegakan hukum, Chandra menekankan pentingnya keadilan yang mengakomodasi tiga tujuan utama hukum: keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Sayangnya, menurutnya, proses pembuatan undang-undang seringkali tidak mencerminkan tujuan yang mulia.
Indonesia yang telah berdiri selama 79 tahun mengalami tantangan serius dalam hal moralitas penyelenggara negara dan kualitas kehidupan bernegara.
- Andar Nubowo: Peran Agama Makin Bergeser dari Esensinya
- BPIP: Menangkal Pelemahan Budaya Hukum Lewat Penegakan Etika Berbangsa dan Bernegara
- Positivisasi Etika Lawan Manipulasi Hukum
- Pembentukan Lembaga Ini Dinilai Jadi Solusi Atas Persoalan Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara
- Unhas Jadi Tuan Rumah FGD Ketiga BPIP untuk Membahas Etika Penyelenggara Negara
- BPIP Gelar FGD Bertema Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara