Hampir Setiap Pekan Ada Pasien Gagal Ginjal Meninggal

Hampir Setiap Pekan Ada Pasien Gagal Ginjal Meninggal
Pendiri komunitas pasien cuci darah Tony Samosir saat berada di Kawasan Kemang, Jakarta, Selasa (18/7/2017). FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS

jpnn.com - Para penderita gagal ginjal berserikat untuk memperjuangkan hak-haknya mendapatkan layanan pengobatan yang layak. Baru dua tahun, sudah ribuan pasien yang bergabung dan berhasil mengubah sejumlah kebijakan.

Folly Akbar, Jakarta

LIMA tahun sudah Thomas Ndun menjalani cuci darah ketika sadar ada pelanggaran prosedur yang dilakukan rumah sakit. Tabung dialyzer yang digunakan untuk cuci darahnya digunakan berulang-ulang sampai 30 kali.

“Padahal, batas maksimal penggunaannya hanyalah delapan kali,” ujar Thomas saat berbincang dengan Jawa Pos akhir Juli lalu.

Awalnya, dia merasa semua berjalan baik-baik saja. Seperti biasa, pria 38 tahun itu rutin cuci darah tiga kali dalam seminggu di sebuah rumah sakit di kawasan Jakarta Utara. Maklum, sejak 2011, dia divonis gagal ginjal.

Setelah mendapat pendidikan soal cuci darah pada 2016, Thomas terperangah. Ternyata, aktivitas yang sudah dijalaninya selama lima tahun itu tidak berjalan sesuai dengan prosedur.

Dia menyadari adanya penyimpangan tersebut setelah mendapat pendidikan dari Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) yang baru diikutinya beberapa pekan. Sadar ada yang tidak beres, dia pun melaporkan kejadian tersebut ke komunitasnya.

Setelah bukti terkumpul, surat protes pun dilayangkan ke pihak rumah sakit, kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) alias perkumpulan dokter ginjal.

Para penderita gagal ginjal berserikat untuk memperjuangkan hak-haknya mendapatkan layanan pengobatan yang layak. Baru dua tahun, sudah ribuan pasien

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News