Hantu Pocong
Dahlan Iskan
Gurun panas nan luas diberi pagar. Gurun di sisi Amerika, gurun pula di sisi Meksiko.
Untungnya, saya makin percaya pada suami Janet. Di sepanjang bentangan El Paso hingga Tucson, hampir selalu ada orang yang mengemudikan mobil. Saya hanya membantu dua jam lebih awal: dari El Paso ke Gila Bend.
Ternyata kemampuan suami Janet tidak perlu diragukan. Bahkan lebih stabil --cepatnya.
Sejak pisah dari John di Lawrence, Kansas, saya seperti sudah melupakan bahasa Inggris. Sepanjang jalan, siang-malam, hanya berkomunikasi dengan mereka dalam bahasa Mandarin.
Mereka terlihat begitu bahagia tidak lagi harus berbahasa Inggris. Pun di restoran, mereka tidak mau order. Semua terserah ke saya. Makan apa pun mau --asal tidak dipaksa order dalam bahasa Inggris.
Mereka pusing kalau harus membuka menu yang hurufnya Inggris. Seperti saya dulu, pusing kalau harus order menu di Beijing.
Baru bila ke restoran Chinese food mereka yang order --minta buku menu yang berbahasa Mandarin.
Tiba di Tucson, Janet masih minta ke taman nasional di balik gunung batu di barat kota. Harus di waktu senja pula. Agar dia bisa mengabadikan hutan kaktus di lereng gunung itu terlihat seperti hantu-hantu pocong yang kurang makan.(*)
Untuk keluar dari El Paso, pilihan kami hanya dua: ke Albuquerque, kota terbesar di New Mexico, lalu bermalam di Phoenix. Atau di kota Tempe.
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi