Hardjuno Pertanyakan Keseriusan DPR Perihal RUU Perampasan Aset

Hardjuno Pertanyakan Keseriusan DPR Perihal RUU Perampasan Aset
Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho. Foto: Dokumentasi pribadi

“Jujur, saya tidak mau terjebak dalam polemic diksi itu. Yang terpenting bagi saya adalah RUU itu disahkan menjadi UU. Saya tantang DPR, ayo segera sahkan RUU itu menjadi UU dalam waktu dekat untuk memberikan efek jera bagi koruptor,” katanya.

Lebih lanjut, Hardjuno berarap RUU ini menjadi alat efektif untuk menuntut transparansi dan akuntabilitas para penyelenggara negara.

Sebab, RUU Perampasan Aset ini segera disahkan tanpa lagi terjebak dalam polemik diksi semata.

Menurut Hardjuno, ketakutan ini mungkin berasal dari kerumitan konsep Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB) yang diusung dalam RUU tersebut.

Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris, NCB telah diterapkan secara efektif untuk menyita aset yang diduga terkait dengan kejahatan tanpa menunggu vonis pidana.

Di Amerika Serikat, misalnya, pemerintah dapat menyita aset yang dicurigai dari hasil aktivitas kriminal melalui Civil Asset Forfeiture Reform Act, yang memungkinkan penyitaan aset secara perdata dalam kasus-kasus di mana bukti pidana sulit diperoleh.

Di Inggris, pemerintah bahkan dapat menyita properti yang diduga terkait kejahatan terorganisir melalui mekanisme serupa, yang sangat berguna dalam menghadapi kasus-kasus dengan bukti tidak langsung atau saksi yang enggan bersaksi.

Hardjuno menegaskan bahwa Indonesia harus belajar dari negara-negara tersebut, di mana mekanisme perampasan aset berbasis perdata terbukti sangat efektif dalam melawan korupsi dan kejahatan finansial yang rumit.

Komitmen politik serta keseriusan DPR RI periode 2024-2029 untuk menjadikan pemberantasan korupsi sebagai agenda prioritas kembali dipertanyakan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News