Hardjuno Wiwoho: Terima Suap Korporasi, Ketua PN Jaksel Lakukan Perampokan Keadilan Paling Brutal

Namun, kata dia, di belakang layar, korporasi justru menyuap hakim agar mereka bebas dari jerat hukum.
“Itu bukan hanya penghinaan terhadap negara, tetapi pengkhianatan terhadap rakyat,” tegas Hardjuno.
Kejaksaan Agung sebelumnya menetapkan Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya dalam perkara dugaan suap vonis lepas untuk Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Uang suap diduga mengalir melalui pengacara korporasi dan pejabat pengadilan.
Hardjuno yang juga kandidat Doktor Bidang Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) ini menilai perkara ini menunjukkan persoalan hukum di Indonesia bukan hanya soal integritas personal, tapi sudah sistemik.
“Ketika korporasi besar bisa membeli putusan, maka rakyat kecil tak punya harapan di hadapan hukum,” katanya.
Oleh karena itu, tokoh pegiat antikorupsi ini juga mendesak agar pembenahan besar-besaran dilakukan di tubuh Mahkamah Agung dan sistem pengawasan hakim.
Salah satu gagasannya adalah pembentukan lembaga pengawasan independen yang bisa mengaudit kekayaan, gaya hidup, dan jaringan relasi hakim.
Hardjuno Wiwoho mengatakan keterlibatan hakim dalam pengaturan putusan demi kepentingan korporasi adalah bentuk paling brutal dari perampokan keadilan.
- Suap ke Hakim Rp 60 Miliar, Hinca: Ada Korupsi Besar yang Mau Ditutupi
- Sidang 3 Hakim Kasus Ronald Tannur Ditunda, Jaksa Belum Siap
- Dikaitkan dengan Kasus Suap Hakim Perkara Korupsi CPO, Zarof Ricar: Jahat Banget
- Hakim Terseret Kasus Suap, Legislator Minta Usut Sampai ke Petinggi MA
- Eksistensi Suap Hakim, Mafia Hukum dan Peradilan di Indonesia: Penyakit Kronik dan Upaya Penanggulangannya
- Ketua Pengadilan dan 3 Hakim Tersangka Kasus Suap Perkara, Begini Respons MA