Hardjuno Wiwoho: Terima Suap Korporasi, Ketua PN Jaksel Lakukan Perampokan Keadilan Paling Brutal

Hardjuno Wiwoho: Terima Suap Korporasi, Ketua PN Jaksel Lakukan Perampokan Keadilan Paling Brutal
Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho. Foto: dolumentasi pribadi

“Kalau ada Rp 60 miliar yang mengalir ke ruang sidang, berarti ada sistem yang sudah bobrok sejak lama dan dibiarkan. Kita perlu audit total—bukan hanya perkara, tapi siapa saja yang bermain di balik layar,” ujarnya.

Lebih lanjut, Hardjuno kembali menekankan pentingnya pengesahan dan penerapan Undang-Undang Perampasan Aset sebagai instrumen utama penindakan dan pencegahan.

Menurutnya, pelaku suap seperti ini tidak cukup hanya dihukum penjara.

“Kalau uang hasil kejahatan tidak dirampas, maka penjara cuma jadi jeda. Mereka akan tetap hidup makmur setelah bebas. UU Perampasan Aset akan memastikan bahwa hasil suap dan korupsi dikembalikan ke negara, dan pelaku tidak bisa lagi membeli kebebasan dengan uang kotor. Ada efek jera juga dengan penerapan UU tersebut,” tegasnya.

Apresiasi untuk Kejaksaan Agung

Lebih lanjut, Hardjuno memberikan apresiasinya atas keberhasilan Kejaksaan Agung dalam membongkar jaringan suap di lingkungan peradilan.

Apalagi, Kejagung mampu mengembangkan penyidikan dari satu kasus ke kasus lainnya secara berlapis dan terstruktur.

“Semua ini bukan berdiri sendiri. Kejaksaan awalnya menyidik kasus suap hakim dalam perkara vonis bebas Ronald Tannur di Surabaya. Dari situ, penyidik menemukan barang bukti yang mengarah ke dugaan suap dalam kasus lain, termasuk temuan uang hampir Rp1 Triliun dan emas batangan di rumah mantan pejabat Mahkamah Agung,” katanya.

Hardjuno Wiwoho mengatakan keterlibatan hakim dalam pengaturan putusan demi kepentingan korporasi adalah bentuk paling brutal dari perampokan keadilan.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News