Harga Mati
Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Pembangunan infrastruktur yang masif di mana-mana dijadikan sebagai alat legitimasi bagi kekuasan Jokowi.
Pembangunan fisik itu harus dilandasi dengan stabilitas yang mengorbankan demokrasi. Itulah kondisi yang terjadi saat ini.
Jokowi adalah pemimpin populis yang banyak dicintai rakyat kecil.
Latar belakangnya sebagai warga negara biasa yang tidak muncul dari kalangan elite membuatnya bisa diterima sebagai bagian dari rakyat.
Hal itu menjadi legitimasi yang sangat penting bagi Jokowi.
Populisme selalu punya wajah ganda.
Di satu sisi pemimpin populis mudah mendapatkan dukungan rakyat, tetapi di sisi lain pemimpin populis berkoalisi dengan elite-elite politik, ekonomi, dan militer untuk membentuk oligarki yang eksklusif.
Populisme ala Jokowi menghasilkan pemerintahan yang dikuasai oleh oligarki yang melahirkan pemerintahan plutokrasi yang berdasarkan kekuasaan orang-orang yang punya kekuasaan atas uang dan modal.
Munculnya jargon ‘dua periode harga mati’ dari Fadjroel Rachman bukan berarti gerakan tiga periode selesai. Bisa jadi muncul gerakan politik dagang sapi.
- 5 Berita Terpopuler: SPMT PPPK 2024 Lebih Cepat dari CPNS, tetapi Belum Ada Kabar Lanjutan, Dirjen Nunuk Angkat Bicara
- PSI Dorong Megawati Menemui Jokowi, Ferdinand: Akalnya di Mana
- Dorong Megawati Ketemu Jokowi & SBY, PSI Dianggap Ganjen
- Setelah Bersua Prabowo, Sebaiknya Megawati Juga Bertemu SBY dan Jokowi
- Kalimat Jokowi Merespons Pertemuan Prabowo-Megawati
- Begini Tanggapan Jokowi Soal Pertemuan Prabowo & Megawati