Harga Mati
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Jumat, 08 April 2022 – 16:26 WIB
Pembangunan ekonomi yang masif harus ditopang oleh stabilitas sosial-politik yang kokoh.
Oleh karena itu, Soeharto menempatkan stabilitas sebagai hal yang mutlak menjadi dasar pembangunan ekonomi.
Itulah yang kemudian menjadi ‘trade-off’ imbal balik yang harus dibayar oleh rakyat Indonesia.
Pembangunan fisik maju, tetapi pembangunan demokrasi terbengkalai.
Pemerintahan totaliter ala Pak Harto akan mudah kehilangan legitimasi ketika muncul problem ekonomi.
Itulah yang dialami rezim Orde Baru pada 1997 ketika muncul krisis moneter yang melanda Asia.
Fundamen ekonomi Indonesia ternyata tidak kokoh ketika menghadapi krisis moneter yang membuat mata uang rupiah anjlok berhadapan dengan dolar.
Harga-harga naik dan inflasi tidak terkendali.
Munculnya jargon ‘dua periode harga mati’ dari Fadjroel Rachman bukan berarti gerakan tiga periode selesai. Bisa jadi muncul gerakan politik dagang sapi.
BERITA TERKAIT
- Prabowo Seorang Kesatria, Harus Tegas Hadapi Cawe-Cawe Jokowi di Pilkada
- Pilwalkot Semarang 2024: Restu & Doa Jokowi untuk Yoyok-Joss
- Lihat Senyum Jokowi saat Kampanye Luthfi-Yasin di Simpang Lima Semarang
- Dukungan Anies untuk Pram-Rano Bakal Berdampak Signifikan
- Agung Sebut Pilkada Jateng Jadi Ajang Pertarungan Efek Jokowi vs Megawati
- Ikuti Arahan Jokowi, Pujakesuma Dukung Ridwan Kamil-Suswono di Pilkada DKI