Harga Susu Kian Kurang Bergairah

Harga Susu Kian Kurang Bergairah
Harga Susu Kian Kurang Bergairah
Teguh menjelaskan, kondisi seperti saat ini berbanding terbalik dengan zaman Orde Baru. Saat itu ada Inpres Nomer 2 tahun 1985. Beleid itu memberikan jaminan harga susu dan pantauan khusus oleh pemerintah. Sehingga peternak sapi perah pun semakin meningkat. Tapi pada 1997 beleid itu dilepas. Peternak harus menghadapi pasar bebas dengan penetapan harga yang bermacam-macam.

Di sisi lain, saat ini konsumsi susu masyarakat masih rendah yakni 10 liter per kapita per tahun. Angka itu masih sangat rendah dibanding negara lain di Asean. Teguh memberi contoh di Thailand, konsumsi susu 28 liter per kapita per tahun. Sedangkan di negara maju seperti Amerika dan Eropa konsumsinya mencapai 110 liter per kapita per tahun.

Pada kesempatan berbeda, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian mengatakan minimnya produksi susu lokal bukan masalah harga tapi populasi. Selain itu, sapi perah lokal dinilai kurang gizi sehingga produktifitas rendah. ”Angka kelahirannya juga rendah, mestinya bisa delapan kali tapi sapi perah Indonesia hanya bisa empat kali melahirkan,” terangnya.

Berdasar data Kementerian Peternakan, tahun lalu permintaan susu segar mencapai 6 juta liter per hari. Sedangkan produksi nasional sekitar 1,7 liter per hari. Jawa Timur masih menjadi sentra produksi terbesar. Kontribusinya 47 persen atau sekitar 800 ribu liter per hari. Setelah itu disusul Jawa Barat dengan rata-rata produksi 500-600 ribu liter per hari. (uma/dos)

JAKARTA –  Gairah produksi peternak sapi perah kian turun karena harga jual susu sapi segar yang kian rendah. Itu diungkapkan oleh Ketua


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News