Hargai Demokrasi Ala Jogjakarta
Rabu, 08 Desember 2010 – 06:26 WIB
Begitupun, dengan persoalan kepala pemerintahan. Terdapat Piagam Kedudukan 19 Agustus 1945. Piagam tersebut diberikan Presiden Soekarno kepada Kepala Negara di daerah Yogyakarta, yakni Sri Sultan HB IX dan Pangeran Paku Alam VIII. Piagam itu merupakan jaminan status istimewa dalam politik bagi kedua kepala kerajaan yang telah bergabung dengan Indonesia.
Baca Juga:
"Ini pertaruhan, juga soal harga diri dan martabat ayah saya (HB IX, Red)," tegas ketua DPD Partai Demokrat Jogjakarta tersebut. Karena hal itu lah, Prabukusumo menegaskan, posisi dirinya tidak akan berlawanan dengan keinginan masyarakat Jogja.
Meski, Presiden SBY yang sekaligus ketua dewan Pembina DPP Partai Demokrat mendukung agar gubernur/wakil gubernur Jogjakarta melalui pemilihan. "Kita lihat dulu lah perkembangannya nanti ini bagaimana," ujarnya, enggan menyebutkan langkah nyata yang akan dilakukannya.
Terkait sistem kesultanan yang antidemokrasi, Adik Sri Sultan yang lain, GBPH Joyokusumo menambahkan, kalau jauh sebelum negara Indonesia terbentuk, Kesultanan Jogjakarta sebenarnya sudah menerapkan prinsip-prinsip demokrasi. "Jadi dari awal terbentuk kesultanan, bukan hanya yang kemarin-kemarin ini saja," kata Joyokusumo.
JAKARTA - Pihak keraton Jogjakarta meradang ketika seakan-akan ditempatkan di posisi pihak yang antidemokrasi, seiring keinginan pemerintah mengganti
BERITA TERKAIT
- Cerita Nelayan soal Pagar Laut: Dibangun Swadaya untuk Hadapi Abrasi dan Lindungi Tambak Ikan
- Pemerintah Dukung Partisipasi Indonesia di New York Fashion Week
- Tenaga Non-ASN Lolos Seleksi PPPK Kota Semarang Tak Seusai Kualifikasi, Waduh!
- Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Ajukan Praperadilan ke PN Jaksel, KPK: Kami Menghormati
- PERADI-SAI Serukan Salam Damai dan Persatuan ke Seluruh Advokat
- Wahai Honorer Lulus PPPK 2024, Senyum dong, Ini soal Gaji Perdana