Hari Santri 22 Oktober, Gus Jazil: Masalah antara Agama dan Negara Sudah Tuntas
jpnn.com, TANGSEL - Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid mengatakan Deklarasi Resolusi Jihad 22 Oktober dan pertempuran di Surabaya pada 10 November merupakan satu rangkaian perjuangan pasca Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
"Ada peristiwa besar di Indonesia yang terjadi dalam satu hentakan," kata Jazilul saat melakukan sosialisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika atau yang lebih dikenal dengan Empat Pilar MPR di Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten pada Senin (19/10).
Hadir dalam sosialisasi yang bertema ‘Semangat Hari Santri dan Penguatan Empat Pilar MPR Untuk Indonesia Maju’ itu, antara lain anggota MPR dari FPKB Mohammad Rano Alfath, Ketua GP Ansor Tangsel Ahmad Fauzi, Ketua GP Ansor Ciputat Timur Fauzul Arif; dan Rois Syuriah NU Ciputat Timur KH Imam Abda.
Gus Jazil -panggilan Jazilul mengatakan bahwa Hari Santri sangat unik, karena hanya diperingati di Indonesia. Momentum itu pun menurutnya bukan milik satu golongan namun milik seluruh umat Islam.
"Hari Santri adalah suatu semangat di mana agama bisa bertemu dengan paham nasionalisme. Itu disebut santri," ucap politikus asal Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur ini.
Dari definisi itu, Gus Jazil meyakini bahwa santri tidak akan pernah berubah pikiran untuk mempertentangkan antara agama dengan negara. Sehingga, momentum peringatan Resolusi Jihad itu justru akan semakin menguatkan bahwa masalah antara agama dengan negara sudah tuntas.
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid melakukan sosialisasi Empat Pilar MPR dalam rangkaian peringatan Hari Santi 2020.
- Di Silaknas ICMI, Muzani: Prabowo Ratusan Kali Ingatkan Bahaya Perpecahan Bagi Bangsa
- Waka MPR Ajak Komunitas Peduli Lingkungan Kolaborasi Atasi Perubahan Iklim
- Ibas: Toleransi, Kasih Sayang, dan Kesehjahteraan Bisa Tangkal Radikalisasi
- Lestari Moerdijat Harap Kekerasan di Lingkungan Pendidikan Harus Segera Ditindaklanjuti
- Hadiri HUT ke-60 Golkar, Bamsoet Apresiasi Prabowo Dukung Perubahan Sistem Demokrasi
- Lestari Moerdijat: Inklusivitas Harus Mampu Diwujudkan Secara Konsisten