Harmoko

Harmoko
Harmoko (2007). Foto: ANTARA/FOURI GESANG SHOLEH

Golongan Karya (Golkar) bentukan Orde baru tidak disebut sebagai partai, karena rezim Orde Baru melakukan stigmatisasi terhadap parpol sebagai biang kerok kekacauan ekonomi dan politik di era Orde Lama.

Dengan menyebut diri sebagai "golongan" Golkar menjaga jarak dari politik dan lebih banyak melakukan "karya".

Golkar menjadi mesin politik yang sangat efektif untuk menjamin keberhasilan rezim. Pak Harto mengendalikan Golkar langsung dengan tangannya. Sebagai ketua Dewan Pembina Pak Harto berkuasa mutlak atas Golkar.

Tidak sembarang orang bisa menjadi ketua Golkar. Hanya orang-orang kepercayaannya yang diberi mandat untuk memimpin Golkar. Sudharmono, menteri sekretaris negara, menjadi ketua Golkar, dan Harmoko juga menjadi ketua Golkar.

Jabatan menteri penerangan menjadi inheren dengan Harmoko. Stabilitas politik tidak akan tercapai kalau media tidak ditertibkan.

Pak Harto menyerahkan tugas ini kepada Harmoko yang menjalankannya dengan cukup baik. Konsep pers bebas bertanggung jawab yang menekankan pada self-censorship muncul di era Harmoko. Pers tetap bebas, tetapi harus bertanggung jawab terhadap kebebasannya.

Ini merupakan gaya represif halus yang sangat khas rezim Orde Baru. Tidak pemberedelan terhadap media, tetapi setiap saat izin usahanya bisa dicabut.

Media bebas melakukan kritik, tetapi ada tabu-tabu yang tidak boleh disentuh. Media boleh melakukan apa saja asal jangan menyentuh jubah sang raja.

Rambut klimis, baju safari, dan kalimat atas petunjuk Bapak Presiden menjadi trade mark khas Harmoko.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News