Harmonisnya Warga di Perbatasan Indonesia dengan Timor Leste
Tanpa Paspor, Kunjungi Keluarga Lewat Jalan Tikus
Senin, 13 Februari 2012 – 08:08 WIB
Atas aksi penyelundupan itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Timur Tengah Utara (TTU) sudah berupaya menghentikan. Wakil Bupati TTU Aloysius Kobes telah mengeluarkan surat edaran pada Juni 2011. Dalam surat bernomor Ek.541/202/VI/2011 itu ditegaskan bahwa para pembeli BBM dilarang menggunakan alat penampung besar seperti jeriken dan drum.
Sayangnya, imbauan itu tak banyak diindahkan warga. "Buktinya hingga sekarang banyak yang masih beroperasi," ujar Yohanis.
Menyelundupkan BBM ke Timor Leste menjadi ladang bisnis yang menjanjikan. Satu pembeli di NTT hanya boleh membeli maksimal 20 liter bensin dengan harga Rp 90 ribu. Nah, kalau dijual di Timor Leste, harganya melambung hingga dua kali lipat!
"Itulah yang membuat mereka tergiur. Tapi, itu sangat merugikan negara sendiri. Begitu juga halnya dengan sembako," tandas Yaohanis.
Lepasnya Provinsi Timor Timur dari Indonesia pada 1999 membuat warga di sana terbelah. Ada yang tetap menjadi WNI, ada juga yang memilih hijrah ke
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408