Hasil Ngebom, jika Dipegang Kepalanya, Badan Menekuk
Saat ini ayah satu putra tersebut sudah punya sekitar seratus nelayan binaan yang menangkap ikan dengan eco-friendly.
Tapi, baru 70 nelayan yang diberi kartu anggota kemitraan. Sisanya, 30 orang, masih magang.
Kartu anggota itu menjadi salah satu inovasi yang dibuat Ismail. Dengan kartu anggota tersebut, nelayan mendapatkan subsidi saat membeli di toko peralatan tangkap ikan di belakang rumahnya di Jalan Raya Bulalung, Tanjung Batu.
Di toko itu hampir semua barang punya dua harga. Satu harga untuk nelayan umum. Satu lagi harga yang lebih murah untuk nelayan anggota.
Selisihnya cukup besar. Mulai ratusan hingga ratusan ribu rupiah. Mesin kapal, misalnya, untuk nelayan biasa dihargai Rp 8–9 juta.
Sedangkan untuk anggota sekitar Rp 7,5 juta. Yang murah seperti mata pancing untuk nelayan umum Rp 3.000 per biji. Anggota cukup Rp 2.500.
Ismail memang sengaja memamerkan perbedaan harga itu untuk memancing rasa penasaran nelayan lain. Biasanya mereka akan meminta penjelasan lebih detail mengapa kok beda harga.
”Di sana itulah kami sosialisasikan cara dan manfaat besar menangkap ikan dengan ramah lingkungan,” ungkap suami Nur Widia Masita itu.
Ismail Mustamin mencoba menebarkan kesadaran bahwa menangkap ikan dengan cara meledakkan bom hanya akan merusak ekosistem laut.
- 2 Nelayan Hilang di Laut Pesisir Selatan, Tim SAR Lakukan Operasi Pencarian
- Prajurit TNI AL Tangkap 3 Nelayan Pengguna Narkotika di Perairan Tanjung Sekodi
- Hilang Saat Melaut, 2 Nelayan di Gorontalo Utara Ditemukan Sudah Meninggal Dunia
- Seorang Nelayan Asal Pandeglang Tewas Tersambar Petir Saat Melaut, Tim SAR Bergerak
- Pemerintah Terus Mendorong KUR yang Hampir 10 Tahun Berjalan untuk Usaha Produktif
- Ombudsman: Perlindungan BPJS Ketenagakerjaan Bagi Petani dan Nelayan Sangat Penting